Jakarta – Pasukan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI sampai hari ini masih bersiaga di wilayah Sentul, Jawa Barat. Hanya bersiaga karena belum ada perintah resmi dari Panglima TNI untuk bergerak menumpas terorisme.
Meski begitu, posisi pasukan tetap terpola siap bergerak atau stand by call kapan saja untuk menghadapi aksi terorisme. Tak cuma menghadapi, tapi juga siap menumpas terorisme hingga ke akar-akarnya.
Pasukan Koopssusgab yang dibentuk pada 9 Juni 2015 oleh Jenderal TNI Moeldoko yang kala itu menjabat Panglima TNI adalah pasukan antiteror elit TNI dari semua matra. Di dalamnya ada Sat 81 Gultor Kopassus, Denjaka dan Sat Bravo 90, di mana total kekuatannya sebanyak 90 personel.
Dalam pola siaganya saat ini, sebanyak sepertiga kekuatan dalam kondisi siap bergerak, sepertiga kekuatan melakukan latihan, dan sepertiga kekuatan lainnya berperan sebagai cadangan.
Misalnya, jika terjadi kasus terorisme di Bandara Soekarno-Hatta, pasukan khusus Sat Bravo 90 dari TNI AU pasti turun bersama pasukan khusus TNI lainnya. Dan kemungkinan bisa jadi juga malah tak melibatkan langsung Densus 88 Antiteror Polri.
Densus 88 bisa dipastikan turun dalam aksi teror di bandara setelah teroris tertangkap, baik mati maupun hidup, untuk kemudian dilanjutkan proses penyidikan dan penanganan hukumnya sesuai prosedur kepolisian.
Seperti latihan penanganan antiteror yang pernah dilakukan Koopssusgab pada sebuah kapal dagang di Laut Jawa, contohnya, saat teroris sudah dilumpuhkan mereka langsung diserahkan ke kepolisian (Polairud) untuk dilanjutkan prosesnya sesuai hukum yang berlaku.
Artinya, dalam tugasnya Koopssusgab TNI hanya bersifat penindakan dan pelumpuhan (penghancuran). Jika para pelaku teror sudah diamankan, penanganan lebih lanjut secara hukum tetap akan ditangani Polri.
Meski begitu, seluruh personel Koopssusgab saat ini sebenarnya sudah sangat ‘gatal’ dan geram untuk secepatnya turun gunung memberantas terorisme. Apalagi aksi terorisme yang terjadi nyata-nyata sudah mengancam keamanan negara dan merongrong kewibawaan pemerintah NKRI.
Tapi kembali, kesiapan Koopssusgab untuk bergerak turun gunung secara prosedur dan ketetapan (protap) harus menunggu titah resmi Panglima TNI. Tanpa adanyanya titah resmi tersebut, Koopssusgab hanya bersiaga meskipun menahan geram.