Jakarta – Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) meminta Revisi Undang-Undang (RUU) tindak pidana terorisme juga menjamin akuntabilitas penahanan terduga teroris. Itu penting karena selama ini banyak kasus penahanan terduga teroris tidak transparan.
Hal itu dikatakan Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Choirul Anam saat diskusi mengenai RUU Pemberantasan Terorisme di kantor Komnas HAM, Senin (16/4/2018). Menurutnya, RUUtindak pidana terorisme itu belum mengakomodir tempat penanganan terduga teroris setelah mereka ditangkap.
Choirul mengatakan, dalam kasus-kasus selama ini, banyak para terduga teroris tidak diketahui keberadaannya setelah di tangkap. Hal itu menyebabkan terduga teroris pun menjadi rentan mengalami kekerasan dalam pemeriksaan.
“Tidak ada penjelasan detail. Misalnya kamu di tangkap, enggak tahu kamu dimana, keluarga enggak tahu, pengacara enggak tau kamu di mana, itulah potensial orang mengalami tindak kekerasan,” ucap Choirul dikutip dari laman liputan6.com.
Dia menilai penahanan terduga terorisme belum memperhatikan prinsip akuntabilitas. Choirul ingin ada tempat penahanan yang diatur dalam undang-undang.
“Itu bisa dititipkan kok di Polres, di Polda, atau tempat-tempat yang memang ditunjuk dari awal, sehingga orang bisa mengukur itu akuntabilitasnya,” ujar Choirul.
Bila hal itu tidak diatur, bukan tak mungkin penyalahgunaan kekuasaan terhadap terduga teroris terus terjadi.
“Potensial abuse of power, dan akan terjadi lagi tindakan yang diadukan ke Komnas HAM. Komnas HAM punya banyak data soal terorisme ini salah satu permasalahanya karena tidak di ketahui dimana ditahan,” katanya.