Ketika Anak-anak Mantan Napi Teroris Perankan Drama Kolosal 10 November

Deliserdang – Pagi, Jumat (17/8/2018), suasana Pesantren Al Hidayah desa Sei Mencirim, Kecamatan Kutalimbaru, Deliserdang, Sumatera Utara (Sumut), tampak begitu bergairah. Sejak sang matahari muncul dari ufuk timur, para santri dan ustadz terlihat bergotong royong membersihkan halaman rumput di depan sekolah. Sebuah tenda sederhana tampak indah dihiasai warna-warni merah putih.

Kesibukan itu dilakukan karena tempat tersebut akan digunakan Ponpes Al Hidayah untuk melakukan upacara bendera memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) ke-73. Memang secara kasat mata tidak yang istimewa dari kegiatan tersebut, namun menjadi istimewa karena Pesantren Al Hidayah dipimpin mantan teroris Ustad Khairul Ghazali dan dihuni oleh santri-santri yang merupakan anak-anak mantan narapidana (napi) terorisme. Ini adalah peringatakan HUT RI kedua yang digelar Ponpel Al Hidayah, sejak tahun 2017 lalu.

Upacara bendera peringatan HUT RI ke-73 di Ponpes Al Hidayah itu dipimpin inspektur upacara Kepala Bagian Perencanaan Polresta Medan AKBP Zulfikar dan dihadiri Direktur Deradikalisasi BNPT Prof. Dr. Irfan Idris, MA, serta Direktur Perlindungan BNPT Brigjen Pol. Drs. Herwan Chaidir dan belasan mantan teroris yang sudah kembali menjadi NKRI. Seluruh petugas upacara dilakukan oleh para santri, yang notabene adalah anak-anak mantan teroris.

Meski digelar di tempat sederhana, namun peringatan itu berjalan cukup khidmat. Bahkan beberapa undangan terlihat menitikkan air mata, saat sang saka Merah Putih mulai dikibarkan dan lagu Indonesia Raya berkumandang. Begitu juga ketika anak-anak mantan teroris itu diajak menyanyikan lagu-lagu kebangsaan mulai 17 Agustus, Halo-Halo Bandung, Padamu Negeri, dan diakhiri dengan Gebyar-gebyar. Mereka benar-benar membawakan lagu-lagu itu dengan bergairah, meski cuaca di tempat upacara cukup panas.

Setelah dilakukan deklarasi dan pembacaan puisi oleh para santri dan siswa sekolah lainnya yang mengikuti upacara untuk mendukung Polri dan BNPT dalam menumpas radikalisme, mendukung Asian Games 2018, dan mendukung lancara dan suksesnya Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Di penghujung acara, para santri kembali menyuguhkan drama kolosal yang bercerita tentang peristiwa heroik 10 November, saat arek-arek Suroboyo mengusir penjajah dari Bumi Nusantara. Drama sederhana juga cukup menyita emosi para undangan dan pengunjung, dimana para santri mampu memerankan tokoh-tokoh pahlawan secara alamiah dan apa adanya.

Direktur Perlindungan BNPT Brigjen Pol Herwan Chaidir adalah salah satu undangan yang tak kuasa membendung air matanya. Ia mengaku terharu dengan apa yang ditampilkan anak-anak mantan kombatan ini.

“Anda lihat sendiri, mereka memiliki potensi yang sangat besar. Karena itu saya titipkan mereka, tolong dirawat agar anak ini nanti jadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Kami akan tetap ada di belakang, dimana kami adalah representasi dari BNPT untuk mengawal mereka dengan program-program agar bisa pendidikan yang baik dan mencerdaskan,” ucap Brigjen Herwan sambil menyeka air matanya.

Menurutnya, BNPT akan terus membuka komunikasi, bahkan ia siap datang bila dibutuhkan. Itu adalah bentuk reaksi cepat agar anak-anak mendapat bimbingan yang benar. “Mereka mampu menjiwai peran sebagai Bung Tomo, Bung Karno, Bung Hatta, apakah kita akan membiarkan mereka nanti 5-10 tahun mendatang akan berkecimpung seperti dunia orang tuanya dulu? Tentu saja tidak, kami akan terus mendidik mereka,” pungkas Brigjen Herwan Chaidir.

Setelah upacara bendera, seperti biasa digelar berbagai macam lomba yang diikuti para santri. Mulai lomba balap karung, makan kerupuk, dan puncaknya panjat pinang dengan berbagai macam hadiah seperti sepeda gunung dan berbagai hadiah menarik lainnya.