Tasikmalaya – Beberapa penanganan kasus terorisme yang terjadi di Kota Tasikmalaya cenderung terpaku kepada terduga yang ditangkap aparat. Sedangkan kondisi keluarga yang terkena dampaknya seakan luput dari perhatian.
Hingga saat ini, sedikitnya ada 15 orang warga Tasikmalaya yang ditangkap karena diduga terlibat dengan jaringan teroris. Mereka ada yang masih dalam proses penyidikan, atau sudah mendapatkan vonis dari pengadilan.
Semua terduga yang ditangkap tersebut memiliki keluarga yang otomatis ikut terkena dampak dari apa yang menimpa suami atau ayah mereka.
Berbagai permasalahan pun harus mereka hadapi, khususnya perekonomian. Karena suami mereka yang menjadi tulang punggung keluarga tidak bisa memberikan nafkah.
Hari Minggu (16/9), sejumlah awak media yang disitat Radar Tasikmalaya bertemu dengan Anton Hilman dan Ustaz Iri. Dua orang ini sering mendampingi keluarga terduga teroris asal Tasikmalaya untuk melakukan besuk.
Sebagai orang yang cukup sering berkomunikasi, mereka paham betul kondisi kehidupan keluarga dari orang-orang yang ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Meskipun sementara ini masih berstatus terduga.
Dikatakan Anton, masalah yang dihadapi oleh mereka bukanlah hal sepele. Secara sosial istri dan anak dari terduga teroris mengalami paranoid bersosialisasi dengan masyarakat umum. Karena sedikit banyak, ada kekhawatiran terhadap opini negatif publik.
“Meskipun mereka tidak terlibat, tapi tetap ada perasaan waswas terhadap pandangan masyarakat,” ujarnya.
Kondisi tersebut, berdampak kepada perekonomian keluarga di mana mereka terkendala dalam mencari nafkah untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Jangankan bekerja atau berwirausaha, untuk keluar rumah pun mereka harus mempersiapkan mental.
“Jadinya lebih sering diam di rumah masing-masing,” terangnya.
Sesekali memang ada sedekah dari warga yang peduli terhadap kondisi mereka. Namun hal ini tentu saja tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sebab mereka tidak bisa hanya mengandalkan pemberian dari orang lain.
“Saat ini mereka (keluarga terduga teroris, Red) lebih mengandalkan sedekah dari kerabat atau warga di lingkungannya,” tuturnya.
Untuk membantu mereka pun tidak semudah memberi santunan kepada warga miskin. Karena mereka sangat tertutup dan sulit menerima kehadiran orang baru, meskipun tujuannya positif.
“Sering ada yang mau bantu secara langsung tapi mereka menolak, jadi harus difasilitasi oleh orang yang mereka percaya,” jelasnya.
Di sisi lain, Anton berharap keluarga para terduga teroris bisa kembali berbaur dengan masyarakat dan bangkit secara ekonomi memberdayakan potensi yang ada. Masyarakat juga ke depan harus saling menjaga satu sama lain dalam menjalani kehidupan.
“Apalagi di momen tahun baru Hijriah, kita harus berhijrah kepada kehidupan yang lebih baik lagi,” katanya.
Terkait permasalahan tersebut, Ustaz Iri menilai negara harus hadir membantu keluarga terduga teroris supaya bisa kembali menjalani kehidupan yang wajar. Setidaknya mereka bisa mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarga.
“Tidak hanya pemerintah, pihak-pihak lain pun perlu memberikan dukungan,” ungkapnya.
Dia berharap publik bisa bersikap bijak dengan tidak mendiskreditkan keluarga dari terduga pelaku terorisme. Karena pada dasarnya mereka tidak terlibat bahkan tidak mengetahui apa yang dilakukan suami di luar.
“Ya perlakukan mereka seperti masyarakat lainnya, tidak perlu membeda-bedakan,” tuturnya.
Sebagai pendamping, Ustaz Iri sangat berterima kasih karena kepolisian yang telah mengakomodir keluarga terduga teroris yang ingin besuk. Beda halnya dengan sebelumnya di mana orang yang ditangkap sangat sulit diketahui keberadaannya oleh keluarga.
“Alhamdulillah, sekarang Polsek dan Polres Tasikmalaya Kota bisa memfasilitasi keluarga yang ingin besuk (terduga teroris yang ditahan, red),” tuturnya.