Kearifan Lokal Sebagai Daya Tangkal Terhadap Radikalisme di Era MIlenial

Kearifan Lokal Sebagai Daya Tangkal Terhadap Radikalisme di Era MIlenial

Semarang – Kearifan lokal dapat menjadi salah satu solusi dalam upaya pencegahan radikalisme. Melalui pendekatan kearifan lokal, masyarakat dapat membangun pemahaman dan kesadaran kolektif untuk menjaga nilai-nilai budaya yang ada di lingkungannya

Hal tersebut diungkapan Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah Prof. Dr. Syamsul Ma’arif, M.Ag., saat menjadi narasumber pada kegiatan Regenerasi Duta Damai Dunia Maya Regional Jawa Tengah Melalui Bidang Multimedia, Penulisan, dan IT dalam rangka Pencegahan Radikal Terorisme, Selasa (13/6/2023).

“Masyarakat yang senantiasa menjaga kearifan lokal di lingkungannya lebih kebal terhadap pengaruh radikalisme maupun terorisme,” ungkapnya.

Menurutnya, kearifan lokal memiliki relevansi yang penting dengan kehidupan masyarakat milenial. Dalam era globalisasi dan modernisasi seperti sekarang ini, kearifan lokal dapat menjadi sumber inspirasi bagi milenial untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam berbagai aspek kehidupan, seperti seni, budaya, dan teknologi.

“Kearifan lokal juga dapat membantu milenial untuk memahami dan menghargai nilai-nilai yang ada di sekitarnya, seperti nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan toleransi,” lanjutnya.

Lebih lanjut Syamsul mengungkapkan kearifan lokal justru menghadirkan harmoni, persatuan dalam keberagaman. Hal itu juga sejalan dengan hasil temuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menyebut lokal wisdom sangat efektif menangkal paham radikal.

“Masyarakat yang mengadakan kegiatan-kegiatan kearifan lokal, lebih kebal terhadap paham radikalisme terorisme. Paham radikal tidak bisa berbaur dengan paham lain selain mereka. Kearifan lokal itu menghadirkan harmoni dan persatuan dalam keberagaman,” katanya.

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo ini menyebutkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat Jawa telah ditemukan berbagai kearifan lokal, bagaimana harus berinteraksi terhadap sesama manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam.

“Kearifan lokal dalam membangun kebersamaan dan gotong royong, seperti filosofi gotong royong yang dianut oleh masyarakat Jawa,” sambungnya.

Indonesia adalah negara yang memiliki pluralitas atau keragaman dalam berbagai aspek kehidupan seperti suku, agama, budaya, bahasa, dan adat istiadat.

Terdapat lebih dari 300 suku bangsa di Indonesia yang masing-masing memiliki bahasa, budaya, dan adat istiadat yang berbeda-beda. Selain itu, terdapat juga beberapa agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia, seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu.

“Kearifan lokal dapat menjadi resolusi konflik yang terjadi dalam masyarakat dan paling ampuh untuk mencegah perpecahan yang berpotensi terjadi di tengah masyarakat Indonesia karena dapat menciptakan perdamaian dan sebagai kontra radikalisme,” lanjutnya.

Namun, meskipun Indonesia memiliki pluralitas yang tinggi, masyarakat Indonesia tetap memiliki semangat kebersamaan dan gotong royong yang kuat, yang tercermin dalam berbagai tradisi dan kegiatan sosial, seperti arisan, gotong royong, dan kerja bakti.

“Semangat ini menjadi salah satu kekuatan bagi masyarakat Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan dan perbedaan yang ada,” tutupnya.