Kaum Ibu Madrasah Pertama Anak-Anak Tanamkan Toleransi, Empati, dan Hargai Perbedaan

Palu – Kaum perempuan atau ibu berperan sangat penting dalam mencegah
dan menagkal penyebaran radikalisme dan intoleransi di kalangan
anak-anak. Salah satunya adalah deteksi dini terhadap perilaku
anak-anak di rumah.

“Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Sejak dini, mereka
bisa menanamkan nilai toleransi, kasih sayang, empati, dan penghargaan
terhadap perbedaan,” kata Kepala Bidang Perempuan dan Anak Forum
Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulawesi Tengah (Sulteng)
Nurhayati di Palu, Jumat, terkait dengan peringatan Hari Pendidikan
Nasional (Hardiknas) 2025.

Ia mengatakan perempuan memiliki peran sentral dalam mencegah paparan
paham radikal dan terorisme terhadap anak.

Menurut dia, perempuan memiliki posisi strategis dalam keluarga
sebagai pendidik utama dan figur sentral dalam membentuk karakter
anak. Ia menjelaskan literasi dan kemampuan berpikir kritis penting
ditanamkan sejak usia dini.

Perempuan, katanya, berperan mendorong anak untuk gemar membaca dan
mampu memilah informasi, sehingga tidak mudah terpengaruh
narasi-narasi radikal yang beredar di media sosial.

“Dengan kemampuan berpikir kritis, anak-anak tidak hanya menerima
informasi mentah, tapi mampu menelaah berbagai sudut pandang. Ini
sangat penting dalam membentengi mereka dari ideologi ekstrem,” kata
akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Palu itu.

Dalam lingkungan keluarga, katanya, perempuan juga memegang peranan
penting membangun ketahanan psikologis anak.

Ia menyebut lingkungan rumah yang komunikatif memungkinkan anak merasa
aman untuk berbagi pikiran dan pengalaman. Hal ini membuka ruang orang
tua mendeteksi lebih awal apabila terdapat indikasi paparan paham
radikal.

“Ikatan emosional yang kuat antara ibu dan anak menjadi benteng
psikologis terhadap pengaruh negatif. Perempuan yang dekat dengan
anak-anaknya akan lebih peka terhadap perubahan perilaku yang
mencurigakan,” ungkapnya.

Ia mengatakan perempuan juga berperan penting dalam masyarakat karena
bisa menjadi penggerak kegiatan-kegiatan positif dan inklusif yang
melibatkan anak-anak. Kegiatan ini membantu memperkuat kebersamaan
sekaligus menjadi alternatif mencegah aktivitas negatif yang bisa
membuka celah radikalisasi.

Sebagai agen perdamaian, katanya, perempuan seringkali memiliki
kemampuan mediasi yang baik dalam menyelesaikan konflik di lingkungan
keluarga maupun masyarakat. Mereka dapat memelihara suasana damai dan
mencegah polarisasi sosial yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok
radikal.

“Perempuan yang paham bahaya radikalisme bisa memberdayakan perempuan
lainnya lewat edukasi dan diskusi. Semakin banyak perempuan yang
sadar, semakin kuat pula perlindungan terhadap anak-anak,” katanya.

Ia mengharapkan perempuan para era digital aktif mendampingi anak-anak
saat mengakses internet, mengajari mereka cara memverifikasi
informasi, serta mengedukasi tentang bahaya konten radikal dan
teroris.

“Perempuan juga bisa menjadi agen penyebar konten-konten positif di
media sosial. Ini bisa menjadi kontra-narasi yang ampuh terhadap
propaganda kelompok radikal,” ujarnya.

Terkait dengan peringatan Hardiknas, FKPT Sulteng mengajak seluruh
elemen masyarakat menyadari bahwa pendidikan bukan hanya tanggung
jawab sekolah, tetapi juga keluarga dan lingkungan sosial. Kolaborasi
ini untuk menciptakan generasi penerus yang cerdas, tangguh, dan tidak
mudah terpengaruh paham radikal.

Sebagai bagian dari upaya preventif, FKPT mendorong pelaksanaan
berbagai kegiatan, antara lain seminar atau webinar dengan
menghadirkan pakar pendidikan, psikolog, serta tokoh perempuan untuk
membahas strategi pencegahan radikalisme di tingkat keluarga.

Selain itu, katanya, pentingnya pelatihan bagi ibu-ibu mengenai
deteksi dini, komunikasi efektif dengan anak, dan cara menanamkan
nilai kebangsaan dan toleransi sejak dini.

Ia mengemukakan kampanye media sosial yang menampilkan kisah
inspiratif perempuan dalam melindungi anak dari pengaruh negatif juga
menjadi fokus perhatian. Kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan
komunitas dianggap penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan
kondusif bagi tumbuh kembang anak.

“Pendidikan karakter di rumah harus berjalan beriringan dengan
pendidikan formal. Dengan sinergi yang baik, kita bisa menciptakan
anak-anak yang memiliki daya tahan terhadap ideologi kekerasan,”
pungkasnya.