Semarang – Sebanyak 36 bhikkhu dan dua dayaka dalam rombongan Thudong
telah tiba di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Selasa (6/5/2025).
Mereka disambut hangat oleh warga Ibu Kota Jateng ini.
Rombongan Thudong dari Thailand, Malaysia, Singapura, Kamboja, dan
Amerika Serikat itu singgah di Masjid Kauman atau Masjid Agung
Semarang dan bermalam di Yayasan Tjie Lam Tjay Kompleks Kelenteng Tay
Kak Sie Gang Lombok, Kota Semarang. Mereka telah menempuh ribuan
kilometer jalan kaki dari Bangkok, Thailand melintasi Malaysia hingga
masuk ke Indonesia.
Menariknya, rombongan Thudong dikawal oleh Laskar Macan Ali, sebuah
organisasi masyarakat berbasis Islam asal Cirebon, Jawa Barat.
“Terutama dengan Laskar Macan Ali yang beragama Islam mendampingi kami
Buddhis. Jadi bersatu padu dan banyak gereja, terus masjid, klenteng,
semua menyambut kami,” ujar Suhu Shao Zheng, Penasehat Penyelenggaraan
Thudong Internasional di Masjid Agung Semarang.
Thudong sendiri merupakan tradisi jalan kaki menelusuri jejak Sang
Buddha. Para bhikkhu meninggalkan seluruh bentuk kemewahan dan
menempuh perjalanan jauh dengan segala keterbatasan fisik. Menurutnya,
makna terdalam dari thudong adalah membawa pesan perdamaian dan
persatuan lintas agama demi kebahagiaan semua makhluk. Baca Juga: 36
Biksu Thudong Singgah di Batang, Wabup Suyono Minta Doa “Inilah
thudong: kebersamaan, melepas semua kemewahan. Kami thudong together,
berjalan bersama untuk persatuan agama, kebahagiaan umat bersama.
Semoga semua makhluk berbahagia,” tutur biksuni asal Tlogosari, Kota
Semarang itu. Penanggung Jawab Thudong Internasional 2025 Prabu Dias
menjelaskan rombongan dilepas dari Bangkok pada 6 Februari 2025. Sejak
saat itu, Laskar Macan Ali setia mendampingi perjalanan para bhikkhu
hingga ke Kota Semarang.
“Kami dari Cirebon berangkat dengan teman-teman ke Bangkok dan melepas
bante Thudong. Sejak itu kami ikut dan melekat sampai di Semarang ini.
Alhamdulillah kami semua sehat,” ujar pria yang akrab disapa Mamo
dikutip dari JPNN.com, di Semarang, Selasa (6/5). Menurutnya,
perjalanan lintas negara ini berlangsung lancar tanpa ada kendala atau
gangguan meskipun harus menghadapi cuaca ekstrem. “Panas tinggi itu di
Thailand, di Malaysia, bahkan di Pantura Jawa Barat dan Jawa Tengah
juga sampai 43 derajat. Namun, alhamdulillah kami tetap bisa
mendampingi para bhikkhu,” ujarnya.
Mamo menyebut Thudong di Indonesia baru dilakukan dua kali, yaitu pada
2023 dan 2025. Dia menegaskan keikutsertaan Laskar Macan Ali sebagai
penyelenggara tidak memiliki agenda lain selain semangat membangun
toleransi beragama.
“Kenapa kami mau membantu, kami mau menjadi penyelenggara dan
bertanggung jawab? Ya karena kami cinta toleransi. Tidak ada
unsur-unsur lain. Hanya ingin mengembangkan toleransi,” ujarnya.
Dia mengaku tak menyangka sambutan masyarakat di Jateng, termasuk Kota
Semarang, begitu meriah dan tulus. Warga menyambut di pinggir jalan,
memberi makanan, minuman, bahkan perlengkapan pribadi seperti sandal
dan handuk.
“Sambutannya luar biasa. Banyak yang menyapa, memberikan minuman, kue,
sandal, handuk. Kami yakin, 70 persen itu umat Muslim dan lainnya dari
Katolik, Kristen, Hindu, dan Konghucu. Mereka bersatu padu,” katanya.
Yang paling berkesan, menurut Mamo, adalah saat rombongan Thudong
diterima bersilaturahmi di Masjid Kauman atau Masjid Agung Semarang.
Rombongan Thudong disambut hangat oleh para sesepuh, ulama, serta
tokoh lintas agama dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota
Semarang.
“Sangat istimewa pokoknya. Itu sebuah hal yang sangat mengejutkan.
Ternyata toleransi di daerah itu sudah sangat hebat. Itu di luar dari
perkiraan kami,” ujar Mamo.
Sementara itu, Ketua Takmir Masjid Agung Semarang Hanif Ismail mengaku
terkejut atas kunjungan para bhikkhu. Semula, dia mengira mereka akan
mengunjungi Masjid Agung Jawa Tengah.
“Tetapi ternyata mereka memang menghendaki ke Masjid Kauman karena
sudah membaca bahwa masjid ini masjid yang tertua di Semarang,” kata
Hanif.
Masjid Kauman adalah salah satu tempat beribadah umat Islam tertua
yang dibangun pada masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Nicolaas
Hartingh. Hanif pun mengajak para bhikkhu berkeliling untuk melihat
langsung struktur bangunan dan fungsi masjid yang dirancang arsitek
Belanda Gerry A. Gambier pada 1890 itu.
Menurut Hanif, pertemuan lintas agama ini adalah wujud dari kerukunan
beragama yang harus terus dirawat demi menjaga keutuhan bangsa.
“Maka supaya umat beragama itu bisa rukun, sehingga kesatuan dan
persatuan bangsa Indonesia tambah kuat. Maka kami menerima kunjungan
mereka itu dalam rangka juga persaudaraan,” tuturnya.
Selepas dari Masjid Kauman, rombongan Thudong bermalam di Yayasan Tjie
Lam Tjay Kompleks Kelenteng Tay Kak Sie Gang Lombok Kota Semarang.
Selanjutnya, para pemuka Buddha ini meneruskan perjalanan dengan rute
kunjungan singgah ke Vihara Mahabodi, Vihara Watugong dan bermalam di
Vihara Gunung Kalong Kabupaten Semarang. Mereka dijadwalkan merayakan
Hari Raya Waisak 2569 BE di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, pada
Senin (12/5) mendatang.