Jakarta – SARA adalah isu paling rentan dalam kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk. Karena itu, isu atau konflik SARA harus benar-benar diantisipasi dan dihindari demi untuk menciptakan Indonesia yang rukun, damai, dan sejahtera.
Penegasan itu disampaikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat memberi pengarahan dalam Rapim Polri 2018 hari ke-2 di auditorium STIK/PTIK, Jl Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (24/1/2018). Jenderal Tito meminta jajarannya mengantisipasi potensi konflik, khususnya yang terkait SARA. Tito menekankan, konflik sosial terkait SARA fatal akibatnya jika sampai terjadi.
“Penekanan saya cuma satu yang paling utama, yaitu konflik sosial. Dampak konflik sosial terkait SARA lebih fatal dari kejahatan konvensional,” kata mantan Kepala BNPT ini.
Menurut Tito, kasus-kasus konvensional seperti curanmor, seribu terjadi dalam satu hari di satu kota tidak akan membuat pemerintah dan masyarakat terganggu dan lumpuh kegiatannya. Beda bila konflik SARA, dimana meski lingkupnya kecil, tapi bisa memicu keributan nasional.
Karena itu, Tito menekankan jajarannya harus terus melakukan antisipasi. Sebab, kasus-kasus yang terkait SARA jika sampai terjadi akan menimbulkan dampak yang besar dan waktu penyelesaian yang lama.
Tito mengambil contoh konflik sosial di Tanjungbalai, Sumatera Utara, yang terjadi pada pertengahan 2016. Pengrusakan dan pembakaran rumah ibadah yaitu vihara dan klenteng menyebabkan rasa ketakutan dan kekhawatiran warga di sana hingga saat ini. Juga konflik di Ambon dan Poso yang upaya penyelesaiannya memakan waktu lama.
“Ini tak boleh terjadi. Cukuplah Ambon, cukuplah Poso. Poso dan Ambon kita selesaikan dalam waktu yang sangat lama,” pungkasnya Jenderal Tito Karnavian.