Baghdad – Setelah berhasil merebut kota-kota penting dari kelompok teror ISIS, dan mengumumkan kemenangan di berbagai wilayah, pemerintah Irak mulai mengadili serta menghukum orang-orang yang ditangkap selama pergolakan. Penerapan hukum itu diawali dengan menghukum gantung 38 orang anggota ISIS dan Al-Qaeda di selatan Nasiriyah dengan tuduhan terlibat terorisme.
Seperti dikutip dari kantor berita AFP, Jumat (15/12/2017), hukuman gantung terhadap terpidana yang terlibat terorisme itu berlangsung Kamis (14/12/2017) di hadapan Menteri Kehakiman Haidar al-Zameli di penjara Nasiriyah. “Sebanyak 38 terpidana mati itu adalah anggota ISIS dan Al Qaeda yang didakwa atas kejahatan terorisme,” kata pejabat senior dewan provinsi, Dakhel Kazem.
Sumber dari penjara Nasiriyah mengatakan, para terpidana mati sebagian besar adalah warga Irak. Hanya satu yang merupakan warga negara Swedia. Eksekusi tersebut menjadi yang terbesar kedua dari jumlah terpidana, setelah sebelumnya pada 25 September, pemerintah Irak juga melakukan eksekusi massal terhadap 42 terpidana mati di penjara yang sama.
Namun, tindakan otoritas Irak yang melakukan hukuman gantung sampai mati terhadap terpidana yang terlibat terorisme, dikecam Organisasi Amnesti Internasional. Irak yang baru saja terbebas dari ISIS menempati peringkat keempat dunia, setelah China, Iran, dan Arab Saudi dalam menjalankan hukuman mati.
Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa ISIS telah mengeksekusi 714 warga sipil selama pertempuran memperebutkan kota Mosul, Irak. PBB juga menyebut ISIS telah melakukan berbagai kejahatan internasional selama sembilan bulan kampanye militer Irak itu. Dalam perang itu, tercatat 2.521 warga sipil tewas sebagian besar karena serangan ISIS.
Mosul, kota terbesar kedua di Irak, direbut ISIS pada 2014 dan kemudian didaulat menjadi ibu kota kekalifahan yang dibentuk organisasi itu. Menyusul kekalahan ISIS di Mosul, PBB kini tengah mengumpulkan pengakuan para saksi mata terkait penculikan massal, menggunakan manusia sebagai tameng hidup, pengeboman disengaja ke warga sipil, dan menyerang warga sipil yang berusaha meninggalkan kota itu.
PBB juga menyerukan penyelidikan serupa terkait pelanggaran HAM dan kekerasan yang dilakukan tentara nasional Irak (ISF) dan para sekutunya, terutama milisi-milisi bersenjata. PBB juga mendesak pemerintah Irak untuk mengundang Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk melakukan investigasi terhadap situasi negara itu.