Ini Kondisi Terakhir Museum dan Situs Arkeologi Kuno di Suriah Yang Dihancurkan dan Dijarah ISIS

Jakarta – ISIS benar-benar telah menghancurkan seluruh infrastruktur penting di Suriah. Tidak hanya gedung pemerintahan dan obyek vital lainnya, museum dan situs-situs arkeologi kuno yang banyak terdapat di Suriah, luluh lantak. Tidak hanya dihancurkan, museum dan situs itu juga dijarah ribuan benda-benda bersejarah di dalamnya. Salah satunya kota kuno Palmyra.

Khalil al-Hariri adalah orang yang dulu bertugas mengurus Palmyra selama 20 tahun. Namun saat diserang ISIS, Khalil al-Hariri berhasil melarikan. Palmyra dan Suriah pun jatuh ke tangan ISIS.

“Saya telah menjalani banyak hari yang sulit. Kami dikepung beberapa kali di museum,” kenangnya.

Ia menceritakan bagaimana dia dan timnya melarikan diri paling akhir untuk mengangkut artefak ke tempat yang aman.

“Tapi hari tersulit dalam hidup saya adalah hari ketika saya kembali ke Palmyra dan melihat barang antik yang rusak dan museum itu amburadul,” kata Hariri, kini berusia 60 tahun.

“Mereka menghancurkan semua wajah patung yang tersisa di museum dan yang tidak dapat kami selamatkan. Beberapa di antaranya dapat dipulihkan, tetapi yang lain telah hancur total.”

Palmyra adalah kota kuno yang megah yang pengaruhnya memuncak menjelang akhir kekaisaran Romawi dan terkenal diperintah oleh Ratu Zenobia pada abad ke-3.

Tiang tiang sepanjang sekitar satu kilometer itu terlihat unik dan mengesankan, sehingga menjadi salah satu bangunan paling terkenal di Suriah.

Ketika para militan ISIS datang ke Palmyra pada Mei 2015 untuk memperluas kekhalifahan yang mereka nyatakan di beberapa bagian Suriah dan Irak setahun sebelumnya, kerusakan dimulai dan terus meluas.

Kemegahan dan kehebatan arsitektur Palmyra dijadikan lokasi kebiadaban ISIS membunuh orang-orang yang menentangnya. Situs tersebut menjadi panggung untuk eksekusi publik dan kejahatan mengerikan lainnya, beberapa di antaranya difoto dan didistribusikan dalam propaganda ISIS.

Tubuh tanpa kepala kepala arkeolog Khaled al-Asaad juga ditampilkan di sana oleh antek ISIS yang telah menyiksanya untuk membuatnya buka suara mengenai lokasi artefak-artefak situs tersebut telah dipindahkan.

Dengan sadar melakukan genosida pada budaya mereka, para militan merusak Kuil Baal Shamin yang terkenal di Palmyra lalu meledakkannya. Mereka juga menghancurkan Kuil Bel, meledakkan Arch of Triumph, menjarah dari museum serta merusak patung dan sarkofagus yang terlalu besar untuk dicuri.

Penjarahan kota kuno yang dijuluki “Venesia di Gurun Pasir” ini mirip dengan penghancuran Bamiyan Buddha oleh Taliban di Afghanistan pada tahun 2001.

Pada saat pasukan pemerintah merebut kembali kendali Palmyra pada tahun 2017, kota bersejarah itu telah rusak permanen.