Ini Beberapa Kearifan Lokal Indonesia yang Harus Terus Dilestarikan Sebagai Kekuatan Nusantara

Jakarta – Kearifan lokal merupakan kekayaan Nusantara berupa tradisi bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan golongan. Kearifan lokal menjadi kebanggaan tersendiri buat Indonesia, karena hanya ada di Indonesia.

Karena itu, kearifan lokal harus terus dilestarikan sebagai perekat persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kearifan lokal juga menjadi senjata ampuh bangsa Indonesia dalam menangkal ideologi-ideologi asing yang ingin merusak Indonesia.

Berikut berbagai contoh kearifan lokal di Indonesia yang harus diketahui dan digalakkan oleh anak bangsa:

  1. Masoppo Bola

Masoppo Bola artinya memindahkan atau mengangkat rumah. Tradisi dari Sulawesi Selatan ini sudah turun temurun dilakukan oleh masyarakat.

Masoppo Bola dilakukan dalam rangka memindahkan rumah yang terbuat dari kayu secara gotong royong. Biasanya, tradisi ini dilakukan pada hari Jumat, tepatnya setelah shalat Jum’at.

  1. Ma’nene

Masih dari Sulawesi Selatan, ritual Ma’nene adalah salah satu tradisi yang dilakukan Suku Toraja. Ma’nene merupakan tradisi membersihkan jenazah yang sudah meninggal puluhan bahkan ratusan lalu atau yang telah berbentuk mumi.

Dalam tradisi ini, satu rumpun keluarga melakukan pembersihan mum leluhur sebagai garis keturunannya. Hal yang dilakukan pertama kali yaitu ziarah makam, lalu membuka peti jenazah dan mengganti pakaian leluhur yang sudah meninggal.

Setelah digantikan pakaian, jenazah akan dijemur beberapa waktu sebelum dimasukkan lagi ke dalam peti. Tujuan dari tradisi ini adalah menghargai dan menngingat kembali leluhur yang telah meninggal dunia.

Kerabat membersihkan jenazah keluarganya saat ritual Manene di Lembang Ampang Batu, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Arnas Padda

  1. Awig-awig

Masyarakat Bali dan Lombok memiliki kearifan lingkungan awig-awig. Mengutip portal Kabupaten Karangasem, menurut Surpha, awig-awig secara harfiah memiliki arti suatu ketentuan yang mengatur tata krama pergaulan hidup dalam masyarakat untuk mewujudkan tata kehidupan yang ajeg di masyarakat.

Awig-awig yang hidup dalam masyarakat tak hanya membedakan hak dan kewajiban, tapi juga memberi sanksi adat baik berupa denda, fisik, psikologi maupun yang bersifat spiritual, misalnya mengaksama (minta maaf), dedosaan (denda uang), kerampang (penyitaan harta benda), kasepekang (tidak diajak bicara) dalam waktu tertentu, hingga kaselong (diusir dari desa).

  1. Lompat Batu

Lompat Batu merupakan kearifan lokal dari tanah Nias. Mengutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tradisi yang hanya dilakukan laki-laki ini menunjukkan kedewasaan, ketangkasan dan keberanian seseorang.

Jika seorang lelaki berhasil melompat batu setinggi dua meter dengan ketebalan 40 cm, maka dianggap heroik dan prestisius, baik bagi individu, keluarga, bahkan masyarakat seluruh desa.

  1. Ogoh-ogoh

Ogoh-ogoh merupakan karya seni patung yang diarak dalam sebuah pawai menuju perayaan Hari Raya Nyepi. Berukuran besar dan menyerupai patung raksasa, ogoh-ogoh dibawa oleh sekelompok masyarakat mengelilingi desa.

Mengutip situs Pemerintah Kabupaten Buleleng, ogoh-ogoh asal katanya adalah ogah-ogah dalam bahasa Bali yang artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan.

  1. Te Aro Neweak Lako

Te Aro Neweak Lako yang berarti alam adalah aku merupakan kearifan lokal dari Papua. Gunung Erstberg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah dianggap sebagai bagian hidup manusia, sehingga pemanfaatan sumber daya alam haruslah berhati-hati.

  1. Celako Kumali

Celako kumali merupakan kearifan lokal dari Serawai, Bengkulu. Celako kumali berarti kelestarian lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan tata nilai dalam berladang dan tradisi tanam.