Malang – Radikalisme tidak lagi mengenal batasan usia dari anak muda hingga usia dewasa semua dapat terpapar radikalisme apabila tidak mempunyai daya tangkal yang kuat. Karena itu, radikalisme harus ditanggulangi sejak dini dengan cara mengenalkan bahaya radikalisme anak-anak sehingga mereka mempunyai daya tangkal terhadap bahaya paham radikal dan terorisme.
Pengenalan bahaya radikalisme sejak usia dini sangat membantu upaya membentengi generasi Indonesia dari ideologi ekstrimis dan berbagai aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama. Dikutip dari malang-post.com pada Senin, (18/12/2017) riset menunjukkan bahwa paham radikalisme tumbuh subur di kalangan remaja.
“Semakin muda usianya maka akan semakin keras pandangannya. Maka dari itu jika pandangan yang keras tersebut tidak diarahkan ke jalan yang benar maka sifat radikalisme akan tumbuh,” ungkap Direktur Lkis Hairus Salim saat menjadi pembicara dalam bedah buku “Para Perancang Jihad” yang digelar di UIN Malang oleh komunitas GUSDURian.
Menurut Hairus Salim, buku karangan Diego Gambetta –Steffen Hertog ini banyak menjawab pertanyaan tentang mudahnya kaum terdidik yang akhirnya lebih menyukai paham radikal dan pro kekerasan. Ia menambahkan salah satu faktor yang memicu adalah tingginya harapan yang tidak berbanding lurus dari kenyataan sehingga seringkali anak muda memilih jalan yang radikal.
“Kalau sudah bersifat radikal, maka sudah dipastikan bahwa sifat itu akan mengacu pada sebuah tindakan teror,” imbuh salim sapaan akrabnya. Ia menambahkan pula jika tindakan teror tersebut masih berlanjut dan didukung oleh sebuah kelompok yang berpandangan sama maka dapat dipastikan bahwa mereka akan menjadi teroris.
Maka dari itu Salim menegaskan perlu adanya tindakan serius dari orang tua untuk mendampingi tumbuh kembang anaknya khususnya dalam masa-masa remaja. “Karena masa remaja adalah masa yang paling energik dan masa yang dianggap semuanya bisa dicapai berdasarkan usaha dan kekuatan yang besar,” tandasnya.