Prigen – Duet Habib Husein Ja’far Al Haddar dan Bhante Dhirapunno
menjadi narasumber pada hari kedua Rapat Koordinasi Nasional Duta
Damai Dunia Maya dan Duta Santri Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) di Hotel Grand Senyiur, Prigen, Pasuruan, Jawa Timur,
Minggu (8/10/2023). Dua tokoh muda yang memaparkan tentang toleransi
yang indah dan damai serta makna toleransi bagi Indonesia yang
ber-Bhinneka Tunggal Ika.
“Agar kita tetap dengna identias masing-masing di tengah kebersamaan
kita. Karena bagi saya toleransi itu bukan pemaksaan, bukan
pencerabutan identitas, dengan saya menyampaikan assalamualaikum anda
jawab dengan salam masing-masing. Kita hargai dalam perbedaan dan kita
tetap bersama dalam bingkai-bingkai yang kita sepakati,” ujar Habib
Ja’far.
Wajibnya, lanjut Habib Ja’far manusia wajib menjauhi kekejian dan
kemungkaran. Bagi dia sebagai Muslim, ia meyakin bahwa menjauhi
kekejian dan kemungkaran adalah kewajiban.. Begitu juga dengan dnegan
umat Kristen, Katolik, Hindu, Budha, penganut kepercayaan, dan
lain-lain.
“Anda punya ritual dalam kebenaran yang anda yakini, tapi saya yakin
semua agama ujung-ujungnya samai yaitu kebaikan. Sebagaimana dalam
Alquran bicara fastabiqul khairot yaitu mari berlomba dalam kebaikan,
bukan fastabiqul haq, berlomba daalam kebenaran,” kata Habib Ja’far.
“Biarkan semua agama beribadah sesuai kebenaran yang diyakini
masing-masing. Jangan sok-sok care. urusan kebenaran kita tidak
berkolaborasi, begitu juga tidak memkompetisikan kebenaran dengan
merasa kita yang paling benar, yang kemudian membuat kita menuduh
orang lain salah,” imbuhnya.
Dalam Surat Al An’am, lanjutnya, bagi yang muslim, jangan kami hina
sesembahan orang lain karena telah jadi kodrat ditempatkan Allah bahwa
dia itu meyakini apa yang dianggapkanya benar, meski menurut kita
salah.
Ia mengaku mengenal Bhante Dhirrapunno karena kolaborasi dalam
kebaikan. Itu berawal saat ia menyumbang untuk perpustakaan yang
dibuka umum untuk komunitas muslim di Medan. Saya menyumbang buku.
“Mari kita berkompetisi mana yang lebih unggul dalam pengentasan buta
hurup, siber bullying, mental, dalam berlomba dalam kebaikan. Kalau
anda berlomba dalam kebenaran seolah tidak ada masalah yang perlu
diselesaikan oleh kita. Kalau ribut masalah agama, seolah tidak ada
orang zinah dan pembunuhan di luar sana.
Menurutnya, kebenaran itu seperti pakaian dalam yang penting, tapi
tidak perlu dipertontonkan. Yang dipertontonkan adalah kebaikan
sebagai output dari kebenaran yang sama-sama diyakini. Karena manusia
sudah super sebagai manusia, tidak seperti Superman yang
mempertontonkan celana dalamnya.
“Apa kerja bersama kita adalah perdamaian. Dan teman-teman disini
adalah duta damai itu sendiri. Karena saya akan bicara dalam
perspektif Islam, karena kebetulan saya Muslim dan saya yakin ini
nilai dalam sebuah agama,” ungkapnya.
Sementara, Bhante Dhirrapunno mengatakan, bicara tentang perdamaian,
para duta damai dan duta santri berasal dari Sabang dan Merauke yang
berbeda-beda suku, ras, bahasa, bisa bersama mengawal NKRI dari
paparan paham radikal terorisme. Kita dari sejak dulu Indonesia
terbangun karena orang-orang yang berbeda.
“Agama beda, suku beda, sepakat jadi satu Indonesia. Kalau pendahulu
kita ego masing-masing, apa jadinya. Pasti Indonesia terpecah jadi
Jawanesia, Sumatranesia, Kalimantanesia, Balinesia, dan lain-lain.
Tapi karena kebersamaan itulah jadilah Indonesia. Walaupun
berbeda-beda tapi kita tetap satu,” ucap Bhante.
Ia menambahkan bahwa seseorang terlahir dari kedua orang tua yang
saling menyinta. Ia pun mengaku kalau bukan karena cinta, ia tentu
tidak bisa hadir di tengah-tengah Rakornas Duta Damai Dunia Maya dan
Duta Santri.
“Penderitaan yang tidak sengaja itu karena tidak menerima perbedaan.
Kita belajar dari berbagai negara. Kita di Indonesia, saya dulu waktu
tinggal di Thailand, orang sana bingung kenapa Indonesia sedamai itu?
Padahal negara besar, banyak suku, budaya, sedangkan Thailand terpecah
jadi Laos, Kamboja, Vientnam,” terangana.
Menurutnya, toleransi itu membangun bersama dalam perbedaan. Dengan
toleransi itulah akan lebih mudah menyebarkan pada orang lain.Dan ini
harus dilakukan para duta damai dan duta santri dengan menyebarkan
wajah toleransi Indonesia di media sosial.
“Ketika kita berbeda pendapat dan memutuskan dijalan yang tidak tepat.
Saya sering bilang tidak ada jalan suci yang menye babkan penderitaan
makhluk lain. Ketika jalan suci tapi dengan cara kebencian, kerusakan
dan sebagainya, tentu tidak masuk.
Ia menambahkan walau kitab suci sudah jelas, tapi kalau kebencian dan
permusuhan terbentuk karena error-nya pemikiran kita, maka harus
sering sadar dan jangan ragu melangkah dalam menyebarkan kebaikan dan
toleransi. Sebaliknya jangan menyebarkan konten yang emmbuat orang
berdebat alias tidak mendamaikan.
“Ketika kita menemukan perdamaian di suatu tempat, posting,
tularkanlah virus cinta kasih di media sosial,” tukasnya.
Menurutnya, dedamaian dan keharmonisasn bisa terwujud bila akarnya
menghargai semua kehidupan. Ketika bisa menghargai perbedaan, bahkan
toleransi sendiri kepada orang yang belum toleransi. Salahnya kadang
orang membenci orang yang belum toleransi. Maka dia akan makin tidak
toleransi.
“Kita sepakat terorisme bukan membawa nama, tapi kesalahannya
diatasnamakan agama. Ini harus kita benahi, kekerasan dan intoleransi
harus kita lawan dengan cinta kasih. Dengan konten positif yang
mendamaikan bukan menyerang. Krena kebencian tidak akan berakhir bila
dibalas dengan kebencian, kebencian akan berakhir bila dibalas cinta
kasih,” pungkasnya.