Jakarta – Seseorang yang melakukan tiga dosa besar dunia pendidikan
Indonesia yaitu intoleransi, kekerasan, dan bullying dipastikan
manusia rendah. Pasalnya mereka butuh merendahkan orang lain untuk
meninggikan dirinya secara semu. Orang demikian masa depannya pasti
tidak baik.
Hal itu dikatakan pedakwah dan konten kreator milenial Habib Husein
Ja’far Al Hadar saat menjadi pemateri workshop siswa “Pelajar Cerdas
Cinta Damai” di SMAN 39 Jakarta, Rabu (12/6/2024). Kegiatan ini adalah
bagian program Sekolah Damai yang digagas Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) untuk memberikan
pemahaman kepada para pelajar tentang bahaya intoleransi, kekerasan,
dan bullying. Sekolah Damai ini hasil kolaborasi BNPT RI, Duta Damai
BNPT Regional DKI Jakarta, dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
“Tentunya sangat suprise bagi kami karena teman-teman di SMAN 39 ini
memiliki toleransi yang tinggi. Mereka juga telah memiliki kesadaran
anti-kekerasan dan kebersamaan tanpa bullying yang cukup tinggi,” ujar
Habib Ja’far.
Habib Ja’far menilai, kondisi itu tidak lepas dari keragaman antar
umat beragama di antara para siswa/siswi yang hadir dalam kegiatan
ini. Bahkan mereka mampu mengutarakan pendapatnya dengan baik dan maju
bersama di tengah perbedaan yang ada.
“Tadi saya sampaikan secara teoritis dan saya kasih apa yang praktis.
Semua bisa dipahami dengan baik, bahkan mereka sangat interaktif
mengutarakan pendapatnya tentang intoleransi, kekerasan, dan
bullying,” ungkap Habib Ja’far.
Lebih lanjut, Habib Ja’far bercerita beberapa kasus di masa lalu.
Menurutnya, orang yang saat ini meraih kesuksesan dulu mereka tidak
pernah melakukan tiga dosa besar dalam dunia pendidikan tersebut. Dan
orang yang gagal sekarang adalah orang-orang yang terjebak dalam salah
satu atau dua apalagi tiga dosa besar dalam dunia pendidikan itu.
Ia melanjutkan bahwa, biasanya orang yang dulu suka melakukan
bullying, saat dewasa justru tidak jadi apa-apa. Malah mereka akhirnya
jadi beban bagi lingkungan sekitarnya alias sering merepotkan
teman-temannya dengan meminta belas kasihan justru kepada orang yang
pernah di-bully-nya.
“Karena sejatinya dia rendah butuh merendahkan orang lain dulunya
untuk mengangkat dirinya,” tukasnya.
Untuk itu, Habib Ja’far mengimbau para guru agar selalu aktif
melakukan edukasi terhadap muridnya untuk tidak melakukan tiga dosa
besar tersebut. Juga menjadikan hal itu sebagai isu besar di sekolah
yang sangat serius. Dalam artian hal tersebut diedukasikan dan jika
ada kasus maka hal itu harus ditindak secara serius oleh guru dan
mendapatkan efek jera bagi para murid.
Ia berharap, seluruh SMA di wilayah Jakarta khususnya, dan seluruh
Indonesia umumnya, untuk menolak tiga dosa besar tersebut. Ia melihat
idealisme itu dimiliki oleh anak muda. sehingga mereka harus terdepan
dalam melawan tiga dosa besar dunia pendidikan itu.
“Kita berharap mereka (siswa) yang bicara karena mereka yang tahu
keadaannya dan bahasa mereka yang diterima oleh teman-temannya. Karena
omongan sahabat, omongan teman biasanya jauh lebih didengar daripada
omongan orang tua, guru ataupun orang lain,” katanya.
“Dan kita juga berharap mereka menjadi duta damai bagi siswa-siswi di
DKI Jakarta khususnya dan umumnya seluruh Indonesia. Dan mereka
khususnya juga harus hadir di ranah online untuk mendorong konten
konten toleransi di media sosial,” tandas Habib Ja’far.