Banyuwangi – Intoleransi, kekerasan, dan bullying adalah tiga dosa
besar dunia pendidikan di Indonesia. Untuk itu, generasi muda atau
murid sekolah, khususnya dari kalangan santri dan santriwati diminta
untuk aktif menghindari dan melawan segala bentuk intoleransi,
kekerasan, dan bullying.
Hal itu dikatakan Habib Husein Ja’far Al Haddar saat menjadi
narasumber kegiatan Sekolah Damai dengan tema “Pelajar Cerdas Cinta
Damai” di Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam Blokagung, Banyuwangi,
Jawa Timur, Kamis (16/5/2024) malam. Kegiatan itu diikuti kurang lebih
500 santriwanti dari Madrasah Aliyah, SMA, SMK, di Lingkungan Pondok
Pesantren Darussalam.
“Sudah pasti santri dan santriwati, apalagi di Ponpes Darussalam ini
tahu betapa Islam menentang intoleransi, kekerasan, dan bullying.
Karena itu saya ingin diskusi dengan para santriwati, bukan hanya
bagaimana Islam menentang tiga dosa besar dunia pendidikan kita ini,
tetapi juga mengurai apa sebenarnya yang terjadi,” ujar Habib Ja’far.
Lebih lanjut, Habib Ja’far mengungkapkan kenapa intoleransi,
kekerasan, dan bullying disebut tiga dosa besar pendidikan. Menurut
para ulama, salah satunya Imam Nawawi menyebut intoleransi, kekerasan,
dan bullying sebagai kefasikan besar. Dan itu juga tercantum dalam
Alquran Surat Hujurat 11. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia menyebut itu dengan tiga dosa besar, lantaran orang
Indonesia lebih takut dosa dibandingkan dengan yang lain sehingga
lebih menyambung dengan umat Islam, dan secara umum kepada seluruh
umat beragama di Indonesia.
Untuk itu, Habib Ja’far mengajak para santri dan santriwati di Ponpes
Darussalam ini harus bisa menciptakan kedamaian kepada lingkungan
sekitar. Menurutnya, pondok ini dinamai Darussalam bukan hanya sekadar
nama karena ada makna yang dititipkan para pendiri pesantren. Dinama
nama islami seperti Darussalam itu memliki visi dan doa. Artinya
pesantren ini didirikan tidak hanya menjadikan lembaga ini sebagai
pesanten Islami, tapi pesanten yang memberi kedamaian bagi semua, baik
di dunia dan semoga di akhirat nanti.
“Karena Islam memang rahmatan lil alamin, rahmat bukan hanya untuk
orang Islam saja, tapi seluruh isi dunia. Karena itu santri Darussalam
adalah orang yang memberi kedamaian lahir dan batin bagi sekitar,”
tukas Habib.
Untuk itu, lanjut Habib Jafar, jangan sampai di lembaga pesantren
terjadi intoleransi, kekerasan, dan bullying. Inilah misi yang harus
diemban para santri dan santriwati.
Lebih lanjut, Habib Ja’far menguraikan terkait intoleransi, kekerasan,
dan bullying. Menurutnya, orang yang punya intoleransi dia akan
menyebabkan kekacauan sehingga tidak ada kedamaian.
“Ciri orang islam itu menurut Nabi Muhammad bukan hanya salat, puasa,
zakat haji, tapi bisa memberikan rasa damai bagai siapa saja. Maka
orang tidak toleran bukan muslim. muslim itu yang tasamuh, memberikan
rasa damai dan toleransi bagi orang sekitar,” jelasnya.
Ia mengatakan, ada empat jenjang toleransi. Pertama intra agama sesama
orang Islam yaitu ukhuwah islamiyah, kalau dia beda agama atas namanya
ukhuwah wathoniyah, toleransi antar warga negara. Kalau beda suku,
beda agama, tapi satu warga negara, sesama orang indonesia itu
saudara.
“Kalau dia bukan orang indonesia bukan Islam, maka toleransi kita
ukuhuwan insaniyah. persaudaraan sesama manusia. Sedangkan kalau dia
bukan manusia, toleransi ukhuwah mahmudiyah persaudaran dalam
toleransi sesama makhluk Tuhan,” tuturnya.
Habib Ja’far juga menuturkan empat unsur Islam toleran. Pertama Islam
yang dia tidak takfiri, tidak mudah mengkafirkan orang lain. Kedua dia
tidak menjadikan kekerasan sebagai jalan iuntuk menyeleaikan masalah.
Kalau ada masalah dia cari solusi damai bukan dengan kekerasan. Ketiga
tidak anti nilai-nilai kebangsan. kempat tidak anti nilai budaya.
Terkait masaah bullying, Habib Ja’far kembali mengutip Alquran Surat
Hujurat 11 dimana dijelaskan bullying itu musuh Islam. Artinya
seseorang yang fasih adalah yang tidak membully orang lain, meski
kadang seseorang kadang tidak sengaja melakukan ini dengan sebutan
yang aneh-aneh.
“Allah SWT bukan hanya tidak membolehkan bullying, Allah tidak
meperkenankan bersikap tidak setara dengan yang lain. apalagi
memperolok. karena kita tidak tahu bagaimana suara hati dia. kalau
hati kenapa-kenapa kami harus hati-hati. karena orang terdzolimi
doanya diterima Allah SWT dengan cepat dan dahsyat,” urainya.
Ia juga mengajak para santri dan santriwati untuk menjauhi kekerasan,
khususnya kekerasan dalam keluarga. Bukan hanya keluarga sendiri,
tetapi keluarga di pesantren. Didalam Alquran juga disebutkan bahwa
kepada anggota keluarga pergauli mereka dengan ma’ruf. Karena itu
jangan ada kekerasan dalam bentuk apapun.
“Jaga marwah pesantren, marwah kiai dan santri. Jangan sampai dikotori
karena kalau pesantren kenapa-kenapa, maka Islam yang hancur. Nama
Indonesia hancur karena pesantren adalah lembaga pendidikan khas
Indonesia dengan segala tradisinya.