Guru dan Siswa SD Perlu Terus Diberikan Penguatan Nilai Pancasila
Sebagai Benteng Penyebaran Radikalisme dan Terorisme

Malang – Para guru dan anak usia Sekolah Dasar (SD) menjadi lahan
untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan di sekolah
maupun di masyarakat. Di tengah masyarakat majemuk di Indonesia, saat
tepat kini menggugah anak-anak agar senantiasa bersifat toleran
terhadap kemajemukan dan menghargai budaya bangsa.

Hal itu terungkap dalam dalam kegiatan Salam Anak Indonesia “Aku
Bangga Menjadi Anak Indonesia” dalam Pencegahan Radikalisme dan
Terorisme, digelar di kompleks Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh, Kota
Malang, Kamis (15/22/2023). Kegiatan itu digelar oleh Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Forum Koordinasi Pencegahan
Terorisme (FKPT) Jawa Timur.

Kegiatan dihadiri Ketua FKPT Jatim Prof Dr Hj. Hesti Armiwulan S,
perwakilan BNPT Ahadi Wijayanto SE (Subkoordinator Tata Usaha Deputi
Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi), Pengasuh Pondok
Pesantren Bahrul Maghfiroh, Prof KH Mohammad Bisri bin Kiai Abdul
Fattah Karim dan jajaran pengurus FKPT Jawa Timur.

Juga hadir Hendra Bawole, pendongeng anak Nasional yang dihadirkan
untuk menghidupkan acara tersebut. Pada kesempatan itu, juga diadakan
Lomba Menulis Surat, yang diikuti para peserta. Dengan Lomba Menulis
Surat, dalam kegiatan ini, siswa-siswi berkesempatan mengembangkan
kemampuannya berliterasi. Mulai dari penyampaian dongeng berisi
pesan-pesan toleransi hingga praktik menulis surat menceritakan
keunikan kota Malang, baik dari sisi budayanya hingga keunikan
kulinernya.

“Kegiatan ini, sekaligus untuk meningkatkan sinergi antara FKPT
sebagai bagian terdepan di masyarakat dalam upaya pencegahan terorisme
dengan lembaga pendidikan usia sekolah dasar,” tutur Ketua FKPT Jatim
Prof Dr Hj. Hesti Armiwulan S.

Menurutnya, toleransi dalam keberagaman di sekolah memiliki korelasi
langsung dengan peningkatan motivasi belajar siswa untuk tampil
kreatif dan inovatif. Setiap anak di Indonesia memiliki hak untuk
bertumbuh dengan baik, didengarkan pendapat mereka dan memiliki hak
untuk menyampaikan informasi yang bermanfaat, tidak terkecuali dengan
teman sebaya.

“Dalam setiap aksi terorisme, anak adalah korban sehingga masuk dalam
kelompok rentan, sehingga perlu ada penanaman nilai-nilai Pancasila
dan toleransi sejak usia dini untuk mencegah pengaruh paham radikal
terorisme,” tutur Hesti.

FKPT Jatim, menurut Hesti, siap mendorong guru dan pembimbing siswa
agar mampu menjadi agen perdamaian, mengorganisir siswa dan siswi dan
menumbuhkan kesadaran untuk bersama-sama melawan segala bentuk paham
dan propaganda kelompok radikal terorisme. Setidaknya untuk lingkungan
sekolah dan keluarga masing-masing.

“Salah satu bentuk kepedulian kita pada mereka adalah membelajarkan
mereka sejak dini tentang kehidupan dan cinta tanah air,” ucapnya.

Perwakilan BNPT, Ahadi Wijayanto SE, MM, mengatakan, saat ini adalah
waktu yang tepat untuk terus menumbuhkembangkan sikap, mental,
perilaku, potensi, dan karakter positif pada anak.

“Salah satu bentuk kepedulian kami kepada anak-anak adalah
membelajarkan mereka sejak dini tentang kehidupan dan cinta tanah
air,” tuturnya.

Sementara itu, Koordinator Bidang Perempuan dan Anak FKPT Jatim, Dra
Hj Faridatul Hanum MKom menjelaskan, anak Indonesia adalah harapan
bangsa. Anak Indonesia adalah kekayaan yang tak ternilai harganya.
Mereka adalah aset besar bangsa yang besar kita.

Dijelaskannya, terkait isu apapun akan berdampak pada anak. Salah
satunya adalah radikalisme dan terorisme. Anak dapat dilibatkan dalam
isu terorisme mengingat aksi terorisme mulai mengincar generasi muda
khususnya milenial dan Gen Z.

“Berdasarkan hasil penelitian dilakukan BNPT, beberapa tahun terakhir,
Indeks Potensi Radikalisme cenderung lebih tinggi di kalangan
perempuan, urban, generasi muda (genZ dan milenial),” ungkapnya.

“Pada gen Z mencapai 12.7, pada milenial mencapai 12.4, pada mereka
yang mencari konten keagamaan di internet mencapai 12.6 dan mereka
yang menyebar konten keagamaan mencapai 13.3. Artinya entitas ini
harus diwaspadai dan terus menjadi sasaran utama dalam melakukan
kontra radikalisme dan peningkatan daya tangkal, karena mereka cukup
rentan terhadap terpaan radikalisme,” tutur Faridatul Hanum, yang juga
aktivis PW Muslimat NU Jawa Timur.