Manado – Hadir sebagai salah satu pembicara dalam dialog pelibatan masyarakat dalam pencegahan terorisme melalui sosial dan budaya di provinsi Sulawesi Utara yang diadakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hari ini, Kamis (08/04/16) di Manado, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. Bambang pranowo mengatakan bahwa Akar radikalisme adalah warisan sejarah.
“Sejak kita dijajah belanda, dan kemudian merdeka, sudah banyak yang tidak setuju pancasila dijadikan sebagai dasar negara, mereka lebih memilih Islam,” Jelasnya.
Meski demikian, fakta menunjukkan bahwa islam yang dijadikan sebagai landasan negara justru memberikan lebih banyak mudarat daripada manfaat, hal ini dapat dilihat dari adanya perpecahan di kalangan internal pengusung ideologi Islam itu. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang ketahuan main kasar dengan menyebarkan ajaran untuk memusuhi pemerintah dan seluruh elemen bangsa yang mereka anggap keliru.
Kartosuwiryo, Ajengan Masduki, Abu Bakar Ba’asyir adalah sedikti nama yang berada di balik getolnya usaha untuk meruntuhkan NKRI dengan menyebarkan ajaran permusuhan kepada pemerintah. Nama terakhir bahkan kerap berurusan dengan pihak berwajib dan telah keluar masuk penjara lantaran keterlibatannya dalam serangkaian aksi terorisme.
Khusus untuk Abu Bakar Ba’asyir yang kini mendekam di lapas Nusakambangan, selain terkait dengan pendirian organisasi radikal Jamaah Islamiyah (JI), namanya juga disebut sebagai amir (pemimpin) Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), meski belakangan ia dikabarkan memisahkan diri dari MMI dan membentuk Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) karena Ba’asyir tidak sudi melakukan koordinasi dengan organisasi, baginya ucapan amir harus langsung ditaati tanpa perlu dikoordinasikan.
Kabar terbaru, Ba’asyir mengatakan tidak ada negara di dunia ini yang sesuai syariah, kecuali ‘Negara Islam’ pimpinan Abu Bakar al Baghdadi (ISIS). Karenanya ia bukan hanya mendukung, tetapi juga mengajak banyak warga Indonesia untuk bergabung dengan kelompok teroris internasional itu.
Prof. Bambang menyebut bahwa faktor sejarah memainkan peran yang penting dalam keberadaan dan pertumbuhan paham radikal, karenanya perlawanan terhadap radikalisme dan terorisme perlu juga dilakukan melalui upaya pelurusan sejarah.
Menambahi hal di atas, Direktur Perlindungan BNPT, Brigjen Pol. Herwan Chaidir mengatakan bahwa kita sebagai warga negara yang cinta NKRI harus selalu memiliki kepedulian terhadap kejadian-kejadian yang terjadi di negara, “jangan pernah beranggapan bahwa sudah ada pemerintah yang menangani lantas kita tidak peduli terhadap kejadian yang terjadi dinegara kita ini, terutama peristiwa pemboman yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal terorisme,” ungkapnya.