Dalam kaitannya dengan hubungan antara terorisme dan media, kelompok terorisme hampir selalu menggunakan media sebagai panggung untuk unjuk muka. Mereka gunakan media untuk menyebarkan teror kepada masyarakat, di waktu yang bersamaan, media seperti tidak sadar bahwa mereka sedang membantu terorisme dengan terus-terusan memberikan publisitas.
Menyikapi hal ini, direktur deradikalisasi BNPT, Prof. Irfan Idris meminta awak media berhenti memberi panggung pada kelompok teroris. Meski hal ini tidak berarti bahwa media tidak perlu melakukan coverage terhadap aksi-aksi terorisme, “Hanya saja strategi pemberitaan harus dipertimbangkan, jangan sampai masyarakat malah mengidolakan kelompok teroris gara-gara membaca berita dari media,” tegasnya.
Ia pun mendorong para awak media untuk tidak pernah takut dalam melakukan kontra propaganda terhadap isu terorisme, “Kita ini sedang melakukan hal yang benar, kita melawan terorisme, karenanya jangan pernah gentar!”. Guru besar di UIN Makasar itu pun menyoroti pentingnya konsistensi awak media untuk selalu menyajikan berita yang benar dan konstruktif terkait dengan terorisme, sehingga masyarakat tidak akan termakan dengan tipu daya terorisme.
Kebanyakan masyarakat kita tidak memiliki pemahaman yang baik dan mendasar tentang agama, karena media memiliki kewajiban untuk turut mendidik masyarakat dengan memberikan informasi-informasi yang benar dan relevan, “Jika masyarakat kita cerdas, maka kita semua akan terbebas dari radikalisme dan terorisme.”
ketika ditanya ciri-ciri teroris, Prof. Irfan menjelaskan bahwa teroris tidak memiliki ciri-ciri fisik tertentu. “Dulu kita sering menuding orang yang jidatnya hitam, celananya cingkrang, jenggotnya panjang, dll sebagai teroris, padahal itu sama sekali tidak berdasar. Terorisme itu terkait dengan ideologi, karenanya tanda-tanda orang yang mulai radikal adalah ketika mereka gampang mengkafirkan orang lain, memimpikan khilafah dengan menghajar demokrasi Indonesia, dan menyalahgunakan makna jihad,” tutupnya.