Parepare – Predikat sebagai kota paling intoleran versi Setara
Institute mengguncang Pemerintah Kota Parepare. Menyikapi hasil survei
tersebut, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Parepare
bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) segera menggelar rapat
koordinasi guna merumuskan langkah perbaikan, termasuk mendorong
lahirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang toleransi beragama.
“Kita tahu ada rilis dari Setara Institute bahwa Parepare menjadi
salah satu kota dengan tingkat toleransi paling rendah. Menyikapi itu,
kami langsung melakukan rapat dengan FKUB dan Forum Kewaspadaan Dini
Daerah (FKDD),” ujar Kepala Kesbangpol Parepare, Rustam Asta, Jumat
(13/6/2025).
Rapat yang turut dihadiri para tokoh lintas agama ini menyoroti salah
satu kasus krusial yang disebut memengaruhi buruknya skor Parepare
dalam Indeks Kota Toleran (IKT) 2024, yakni penolakan terhadap
pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel.
“Dari diskusi tadi, terlihat bahwa banyak indikator yang dinilai
Setara Institute berkaitan langsung dengan kasus Sekolah Gamaliel. Ini
menjadi perhatian serius karena sangat berpengaruh pada skor Parepare
yang akhirnya dinyatakan sebagai kota paling intoleran,” jelas Rustam.
Sebagai langkah konkret, forum tersebut menyepakati dua rekomendasi
penting. Pertama, meminta Wali Kota Parepare segera mengambil
keputusan terkait kelanjutan pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel.
Kedua, mendorong perancangan Perda yang secara khusus mengatur
prinsip-prinsip toleransi antarumat beragama.
“Salah satu hasil penting dari rapat ini adalah mendorong terbentuknya
Perda toleransi. Ini akan menjadi pijakan hukum bagi kita untuk
menjaga dan merawat kerukunan yang sudah ada,” tambah Rustam.
Namun demikian, Ketua FKUB Parepare, Zainal Arifin, menolak jika label
“kota paling intoleran” dilekatkan begitu saja pada kotanya. Ia
menilai kehidupan beragama di Parepare sejauh ini berlangsung rukun
dan damai.
“Sebagai Ketua FKUB, saya tidak sepakat dengan predikat tersebut.
Selama ini semua aktivitas keagamaan berjalan baik. Tidak ada
ketegangan antarumat beragama di Parepare,” tegas Zainal.
Ia juga meluruskan bahwa kasus Sekolah Kristen Gamaliel bukanlah
konflik keagamaan, melainkan protes dari sebagian kecil masyarakat
yang tidak sepakat terhadap lokasi atau pembangunan sekolah tersebut.
“Penolakan itu datang dari segelintir orang, bukan komunitas agama.
Jadi ini bukan soal agama. Kami di FKUB semua sudah sepakat untuk
tidak ikut-ikutan dalam gerakan penolakan ataupun demo tandingan,”
ujarnya menambahkan.
Zainal menekankan, seluruh tokoh agama di Parepare tetap komitmen
menjaga persatuan dan tidak akan terprovokasi. Menurutnya, pelabelan
intoleran akan lebih konstruktif jika dijadikan pemicu perbaikan,
bukan untuk menyudutkan.
Sebagai informasi, Setara Institute merilis Indeks Kota Toleran (IKT)
2024, yang menempatkan Parepare di posisi paling bawah dari 94 kota
yang disurvei, dengan skor hanya 3,945. Kota-kota lain yang masuk
dalam 10 besar dengan skor terendah antara lain Cilegon, Lhokseumawe,
Banda Aceh, dan Makassar.