Dharmayatra Upaya Jadikan Candi Borobudur sebagai Destinasi Wisata Religi Buddha

Dharmayatra Upaya Jadikan Candi Borobudur sebagai Destinasi Wisata Religi Buddha

Jakarta – Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Buddha menyatakan dukungan penuh terhadap uji coba kegiatan
dharmayatra bertema “Cultural Spiritual Inclusive” yang dilaksanakan
di Candi Borobudur, Magelang, pada Kamis, 12 Juni 2025.

Dirjen Bimas Buddha Supriyadi menyampaikan bahwa kegiatan ini
merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk memposisikan Candi
Borobudur sebagai pusat wisata spiritual dan religi bagi umat Buddha,
baik di dalam negeri maupun dunia internasional.

“Kami terus mendorong pelaksanaan kegiatan keagamaan di Candi
Borobudur serta candi-candi lain seperti Mendut, Pawon, dan Sewu, agar
menjadi bagian dari penguatan identitas spiritual umat Buddha.
Berbagai perayaan keagamaan seperti Waisak, Kathina, hingga Pabajja
Samanera rutin digelar sebagai bagian dari pengembangan kawasan ini
sebagai destinasi religi,” jelas Supriyadi.

Kegiatan uji coba ini diikuti oleh sekitar 150 peserta, yang berasal
dari berbagai organisasi keagamaan Buddha dan lembaga pendidikan
tinggi. Mereka mengikuti serangkaian prosesi ibadah secara kolektif,
dipandu oleh para bhikkhu dan banthe, dalam suasana yang lebih khidmat
dan terfokus.

Menurut Bhikkhu Ditti Sampanno, dharmayatra bukan sekadar perjalanan
wisata, melainkan perjalanan spiritual yang bertujuan memperdalam
pemahaman terhadap nilai-nilai dharma dan memperkuat keyakinan umat.

“Selama satu jam, kami dapat melaksanakan puja bhakti, penghormatan,
meditasi, hingga Puja Mandala. Ini menunjukkan bahwa kegiatan
spiritual yang terstruktur bisa dilakukan dalam waktu terbatas, namun
tetap bermakna,” ujarnya.

Dengan umat Buddha dunia yang mencapai lebih dari 400 juta jiwa,
Bhikkhu Ditti melihat peluang besar menjadikan Borobudur sebagai
magnet wisata spiritual internasional. Ia mengusulkan agar ke depannya
pelaksanaan dharmayatra diberikan waktu dan ruang khusus, agar tidak
bersinggungan dengan kunjungan wisata reguler.

“Akan lebih ideal jika kami bisa memiliki waktu khusus, misalnya sore
hingga malam hari. Dengan begitu, umat bisa beribadah dengan tenang
tanpa mengganggu atau terganggu oleh aktivitas wisata lainnya,”
tambahnya.
Uji coba ini terselenggara atas kerja sama antara berbagai pihak,
mulai dari Yayasan Dharmayatra Nusantara Utama (Daya Nusa) yang
berbasis di Borobudur, Kementerian Agama, hingga majelis-majelis agama
Buddha serta institusi pendidikan tinggi dan agen perjalanan setempat.

Melalui sinergi tersebut, diharapkan dharmayatra dapat menjadi program
rutin yang memberi nilai tambah bagi Candi Borobudur, tidak hanya
sebagai situs warisan dunia, tetapi juga sebagai ruang hidup spiritual
umat Buddha yang terus berkembang.