Sukabumi – Meski selama ini dikenal sebagai salah satu kota yang
menjunjung tinggi nilai toleransi, Sukabumi nyatanya tetap harus
waspada terhadap ancaman radikalisme dan terorisme. Baru-baru ini,
penangkapan terhadap terduga teroris kembali terjadi di kawasan ini,
memunculkan kekhawatiran bahwa Sukabumi bisa menjadi salah satu titik
rawan persemaian paham ekstrem.
Sejarah mencatat, Jawa Barat merupakan salah satu wilayah dengan akar
ideologis radikal yang cukup kuat. Di daerah inilah cikal bakal
gerakan Negara Islam Indonesia (NII) pertama kali berdiri. Sukabumi,
secara geografis dan historis, bahkan pernah menjadi pusat aktivitas
sejumlah kelompok radikal yang berkembang dari masa ke masa.
“Ancaman teror itu tidak datang secara tiba-tiba,” ujar Pengurus
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia PBNU, Dr. Najih
Arromadloni, M.Ag., atau akrab dipanggil Gus Najih di kegiatan Dialog
Kebangsaan bersama Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan Dalam Rangka
Pencegahan Paham Radikal Terorisme di The Bountie Hotel & Convention
Center, Sukabumi, Kamis (12/6/2025).
“Semua berawal dari intoleransi yang dibiarkan tumbuh subur—dari
ujaran kebencian, sikap eksklusif, hingga penolakan terhadap
perbedaan. Ketika hal-hal ini tidak dicegah sejak dini, maka jalan
menuju radikalisasi terbuka lebar.”
Gus Najih mengungkapkan bahwa peringatan ini bukan tanpa dasar. Ia
mencontohkan Suriah sebagai pelajaran berharga. Dahulu, negara di
Timur Tengah itu hidup dalam keragaman dan stabilitas sosial yang
serupa dengan Indonesia. Namun akibat berkembangnya paham radikal yang
tak terbendung, Suriah kini hancur dilanda konflik berkepanjangan.
Di tengah situasi ini, menurutnya, deteksi dini dan pencegahan menjadi
kunci. Pemerintah daerah, aparat keamanan, tokoh masyarakat, dan
organisasi keagamaan perlu bersinergi untuk mempersempit ruang gerak
kelompok-kelompok radikal. Terlebih, motif utama dari aksi terorisme
bukan semata ekonomi atau dendam personal, melainkan keyakinan
ideologis yang dibentuk secara sistematis dan berbahaya.
Ia mendorong organisasi keagamaan pun didorong untuk lebih aktif dalam
membina umat dan menyebarkan ajaran moderasi beragama. Peran mereka
menjadi vital karena kelompok radikal kerap menyusup dengan
mengatasnamakan agama, padahal esensi ajaran agama yang sejati adalah
kedamaian dan kasih sayang.
Di sisi lain, lanjut Gus Najih, masyarakat luas tak boleh bersikap
pasif. Kepekaan sosial dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar
menjadi barisan pertahanan pertama dalam mencegah penyebaran
radikalisme. Warga diminta untuk waspada terhadap perubahan perilaku
yang mencurigakan di lingkungan masing-masing, serta tidak ragu
melaporkannya kepada pihak berwenang.
“Menjaga negara dan menjaga agama bukan dua hal yang bertentangan.
Keduanya justru memiliki tujuan yang sama: menjaga perdamaian,
melindungi sesama, dan menegakkan keadilan,” tegas Gus Najih.
“Sukabumi mungkin kota toleran, tetapi tantangan baru terus
bermunculan. Sudah saatnya seluruh elemen masyarakat membangun
kesadaran kolektif untuk bersama-sama menjaga Sukabumi tetap damai,
aman, dan bebas dari ancaman paham radikal terorisme,” imbuhnya.