Peran Ganda Kyai
Ilustrasi peran tiga pihak yang digambarkan di atas, terdapat pada pesantren-pesantren yang dikelola dengan manajemen moderen dengan pemisahan antara pihak guru, kyai dan pembina dengan pihak yang hanya fokus pada peningkatan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan pokok komunitas pesantren dalam sebuah pondok. Lantas bagaiamana dengan model pesantren yang banyak terdapat di pulau Jawa? Seorang kyai memiliki peran ganda yaitu peran utamanya mengajari santri-santrinya berbagai macam ilmu pengetahuan, dan seorang kyai juga berperan memajukan dan memikirkan kesejahteraan para guru, pegawai dan komunitas yang mengabdi dalam pesantren, serta berpikir memajukan pesantren dan mengantarkan alumninya lebih sukses dalam banyak disiplin pengetahuan dengan lapangan pekerjaan yang brrvariasi.
Peran utama yang wajib diproiritaskan seorang kyai adalah membentengi diri para santri dari tafsiran secara monopolis dan pemahaman yang berkembang di negara-negara belahan bumi lainnya seperti di Syiria dan Iraq. Seorang santri yang sedang tumbuh menuju usia remaja sangat haus identitas diri dan sosok jati diri, dalam menempah jiwa dan mental santri, seorang kyai berperan membumikan dan mengIndonesiakn banyak paham yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang biasa dijadikan bahan ajar dalam pesantren dengan model pembelajaran halaqah.
Fenomena kekerasan yang mengatasnamakan agama merupakan ciri khas interpretasi dari sebahagian kitab klasik yang biasa dikaji dalam pengajian. Mencermati adanya kitab tafsiran yang cenderung menganjurkan aksi fisik itu dapat dimaklumi sebab para ulama terdahulu yang telah mewariskan goresan penanya dalam bentuk kitab tafsir dipengaruhi oleh kondisi sosial yang terjadi pada zamannya.
Varian kitab tafsir yang dikaji dalam lembaga-lembaga pendidikan keagamaan harus mengakomodir kitab-kitab tafsiran lainnya yang juga lebih banyak menawarkan model tafsir yang mendamaikan, menyejukkan serta membumikan nilai-nilai ajaran Islam yang lebih globaal dan universal sifatnya. Di sinilah letak kepiawaian seorang kyai, ulama dan ustad dalam mengajari para santri yang selama 24 jam sehari semalam para santri dapat menimba ilmu dari para kyainya di pesantren dengan pendekatan tekstual dan kontekstual. Jika hal tersebut tidak akomodatif, maka sangat mungkin jadi tidak salah kecurigaan pihak yang tidak senang terhadap kemajuan pesantren, menyebarkan isu bahwa pesantren hanya melahirkan bibit teroris. Sementara tidak satu pun pondok pesantren yang dibangun hanya eksis dan melahirkan alumnus yang anarkis, justeru dari pesantren lahir banyak kader terbaik bangsa, pemimpin bangsa, bukan sebaliknya.
GeN-Der
Gerakan nasional deradikalisasi (GeN-Der) dalam peningkatan kapasitas lembaga pendidikan keagamaan meliputi penguatan peran kyai, penguatan eksistensi pengurus pesantren dan pemberdayaan santri senior dalam ikut membentuk dan mempersiapkan generasi terbaik bangsa, calon pemimpin dalam masyarakat di hari esok. Pada tahun 2014 dit deradikalisasi BNPT telah mengawali program penguatan kapasitas tiga unsur yang terlibat dalam sebuah pesantren. Waktu yang terbatas dan tidak tersedia menjadikan program tersebut belum maksimal hingga saat ini belum dilanjutkan lagi. Atensi semua pihak dan sinergitas seluruh kementerian dan lembaga menjadi kunci penting dalam meneruskan dan mensukseskan program gerakan nasional deradikalisasi.
Kementerian agama sebagai lembaga yang membawahi lembaga pendidikan keagamaan secara berkelanjutan dan multi year menyusun prioritas program dalam memajujan pesantren dan memenuhi kebutuhan infrastruktur yang dibutuhkan oleh lembaga pesantren baik yang terdapat di pulau Jawa terutama yang bertebaran di banyak pulau lainnya di seluruh Indonesia. Saat ini kurang lebih 38 ribu jumlah pesantren di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut merupakan aset bangsa dalam Ikut mempersiapkan calon-calon pemimpin yang berwawasan luas memiliki keimanan dan ketaqwaan serta berilmu pengetahuan dan teknologi.
Bukan hanya besaran angka yang telah didata oleh kementerian agama dalam hal dit pondok pesantren, perlunpula ditingkatkan kerja sama dengan kementerian pendidikan dan kebudayaan, kementerian dalam negeri dalam ikut memantau lembaga pendidikan keagamaan yang belum terdaftar, tidak terdaftar dan yang tidak mau mendaftarkan diri kepada pemerintah. Tentu menjadi atensi khusus bagi lembaga pendidikan keagamaan yang belum terdaftar terlebih lagi bagi yang tidak mau mendaftarkan diri kepada kementerian agama.
Bagi yang sudah terdaftar mekanisme pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan oleh kementerian agama tentu telah berjalan sesuai harapan bangsa, harapan masyarakat dan harapan keberagamaan yang harmonis dinamis. Namun bagi yang belum mendaftarkan diri, mungkin persoalan administrasi atau persoalan komunikasi yang bersifat formal administratif belum atau sementara dibenahi. Akan tetapi bagi yang tidak mendaftarkan diri kepada kementerian agama, bisa melahirkan banyak interpretasi, bisa saja karena mereka memiliki kurikulum tersendiri dan tidak sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan oleh kementerian agama, bisa juga karena tidak mengajarkan materi pendidikan kebangsaan dan tidak mengharap bantuan pendidikan dari pemerintah.
Jika hal ini terjadi dalam negara Republik Indonesia, semua komponen bangsa harus meningkatkan kewaspadaan, bagi mereka tidak ada alasan untuk tidak mengikuti dan mengakomodir sistem pendidikan yang ada di Indonesia karena negara ini membutuhkan kader terdidik dari semua lembaga pesantren. Tidak tepat jika ada lembaga pesantren yang mau hidup di Indonesia namun model pembelajaran yang diterapkan tidak mengikuti sistem pendidikan yang diberlakukan dalam sistem pendidikan yang diatur dengan perundang-undangan.
Masyarakat harus mewaspadai model pesantren yang menggunakan label yang sangat simpati, akan tetapi inti pembelajarannya hanya mengkafirkan, menuding pemerintah togut, melarang para santri upacara dan tidak wajib hormat kepada bendera merah putih. Model pesantren seperti itulah yang membentuk mind set santri menjadi radikal dan setiap saat saat dapat melakukan i’dad pelatihan perang dan persiapan memberlakukan sistem politik negara agama dan menolak sistem politik negara bangsa seperti yang dimiliki, diraih dan diperjuangkan oleh bangsa Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.