Jakarta – Peneliti dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia (UI), Solahuddin mengatakan, buruh migran perempuan Indonesia di luar negeri, rentan terpapar doktrin terorisme. Lewat sebaran isu di media sosial (medsos), mereka teradikalisasi dan kerap dimanfaatkan oleh kelompok teror.
Dikatakan, proses radikalisasi berlangsung cepat karena grup-grup Facebook, Telegram, milis, dan WhatsApp, secara rutin menyebarkan artikel dan audio propaganda. Mudahnya sebaran doktrin terorisme ke buruh migran itu pun telah ditunjukkan dalam laporan terbaru Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC).
“Setidaknya, telah ada 45 orang buruh migran di Hong Kong yang kini diduga terlibat dalam kelompok teror di Suriah atau ISIS. Dari jumlah itu, beberapa sudah dideportasi ke Indonesia dan lainnya masih bertahan di Hong Kong,” kata Solahuddin seperti dikutip dalam siaran pers Jaringan Indonesia untuk Jurnalisme Investigasi, Selasa (19/12/2017).
Sementara itu, Ketua International Migrants Alliance, Eni Lestari mengatakan, rentannya para buruh perempuan Indonesia terpapar doktrin terorisme ditengarai oleh kondisi psikologis mereka yang sudah tertekan oleh desakan ekonomi saat akan bekerja ke luar negeri. Akibatnya, mereka cenderung memanfaatkan medsos sebagai sarana untuk melepaskan tekanan tersebut dan kemudian dimanfaatkan oleh kelompok teroris.
Eni Lestari pun menyebutkan bahwa medsos telah menjadi ancaman baru bagi buruh migran, terutama buruh migran perempuan, dalam penyebaran doktrin terorisme. Selain itu, ini juga akan menjadi masalah baru terhadap stigma orang Hong Kong bagi buruh asal Indonesia.
“Hal ini akan menambah stigma dari masyarakat Hong Kong terhadap buruh migran Indonesia, di tengah perjuangan mereka mewujudkan kebebasan beragama di kalangan buruh migran,” pungkasnya.