Mataram – Bullying di kalangan pelajar tidak ada manfaatnya. Bahkan
bullying hanya akan berdampak buruk bagi pelaku dan korban.
Penegasan itu disampaikan Kasubdit Kontra Propaganda Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) Kolonel Cpl Hendro Wicaksono, S.H.,
M.Krim., saat menjadi pemateri hari kedua Sekolah Damai bertajuk
“Pelajar Cerdas Cinta Damai” di SMAN 5 Mataram, Kamis (10/10/2024).
Acara ini diikuti oleh 300 siswa dari berbagai SMA, MA, dan sederajat
di Kota Mataram.
“BNPT hadir disini untuk memperkuat wawasan kalian tentang terorisme
dan radikalisme. Kami ingin kalian paham bagaimana kekerasan, terutama
di lingkungan sekolah, seperti bullying, dapat berdampak buruk bagi
pelaku maupun korban. Oleh karena itu, bullying harus dihindari karena
tidak ada manfaatnya,” ujar Hendro.
“Kekerasan, baik fisik maupun verbal, termasuk bullying, tidak hanya
melukai korban, tetapi juga merugikan pelaku. Kita harus menghindari
semua bentuk kekerasan karena dampaknya buruk bagi semua pihak,”
lanjutnya.
Dia mengingatkan siswa untuk tetap fokus pada kegiatan positif dan
menghindari hal-hal negatif yang bisa memecah persatuan.
“Perbedaan adalah kekuatan, bukan kelemahan. Indonesia adalah bangsa
yang kuat karena keberagaman budayanya, jadi kita harus bangga dan
saling menerima satu sama lain,” tambah Hendro,
“Ketika kita menemui perbedaan, selesaikanlah dengan baik, jangan
langsung konfrontasi. Dialog selalu menjadi jalan terbaik,” lanjut
Hendro.
Dalam workshop yang juga diisi dengan acara lomba melukis ini, Hendro
menekankan bahwa siswa harus menjaga persahabatan dan menghindari
tindakan yang dapat merusak hubungan sosial. Menurutnya, keragaman
budaya Indonesia merupakan aset penting yang harus dijaga oleh
generasi muda.
“Kalian semua adalah masa depan bangsa ini, dan kita harus bangga
dengan keberagaman yang kita miliki,” ujarnya penuh semangat.
Dalam sesi berikutnya, Budi Hartawan, S.Thi., M.Hum., Koordinator
Divisi Analis Subdirektorat Kontra Propaganda BNPT, menekankan
bagaimana intoleransi bisa berkembang di lingkungan sekitar maupun di
media sosial.
“Intoleransi bukan hanya sekedar penolakan terhadap hak seseorang,
tapi juga ketidakmampuan kita untuk menerima perbedaan. Siswa harus
menjadi agen perdamaian di sekolah dan lingkungan sosial,” kata Budi.
Dia mengingatkan para siswa yang hadir agar selalu menjaga toleransi,
serta menghindari sikap antipati terhadap orang yang berbeda latar
belakang.
Dalam konteks ini, Budi mengajak siswa untuk menggunakan media sosial
secara bijak, mengingat banyak konten intoleransi yang bisa dengan
mudah tersebar dan mempengaruhi pikiran anak muda.
“Radikalisme dan ekstremisme sering kali masuk melalui media sosial.
Kita harus waspada dan menjadi contoh yang baik dalam berinteraksi di
dunia maya,” tambahnya.
Sesi yang lebih ringan namun tetap berbobot dipandu oleh influencer
muda, Zaen Kaeysar, yang mendorong siswa untuk berkarya melakukan hal
positif daripada meributkan tentang Zaen, yang dikenal sebagai
stand-up comedian lokal NTB, berbagi pandangan tentang pentingnya
menjaga etika dalam pergaulan.
“Di dunia komedi, kita haram hukumnya untuk membuat lelucon tentang
intoleransi, kekerasan, dan bullying. Membahas hal-hal yang tidak bisa
diubah, seperti ras dan warna kulit, adalah hal yang dilarang,” tegas
Zein.