BNPT Sukses Rekatkan Persaudaraan antara Mantan Pelaku dan Korban Aksi Terorisme

 Solo — Aksi terorisme sudah ada sejak negara ini lahir mulai dari dari zaman orde lama hingga era reformasi. Penanganannya pun berbeda-beda. Pendekatan militeristik dan operasi intelijen dengan landasan undang-undang subversive dirasa belum sukses untuk penanganan aksi terorisme di Indonesia. Untuk itu pada era reformasi Indonesia memadukan pendekatan keras (hard approach) seperti penegakan hukum dan pendekatan lunak (soft approach) yakni pencegahan dan deradikalisasi.

Demikian ditegaskan Kepala Biro Umum BNPT Brigjen TNI Dadang Hendrayudha pada kegiatan Konsinyering Penyusunan Skema Rehabilitasi dan Kompensasi Korban Aksi Terorisme di Solo, jumat (8/9/2017). Dari berbagai aksi teror yang terjadi, menurutnya, sudah banyak korban. Karenanya negara harus hadir tidak hanya dalam penanganan aksi teror, tetapi juga penanganan korban aksi tersebut.

“Data yang kuat diperlukan untuk melakukan rehabilitasi dan kompensasi terhadap para korban aksi terorisme. Itulah salah satu tugas utama dari direktorat perlindungan BNPT melalui subdit pemulihan korban”, tegas mantan Kasubdit Kontra Propaganda BNPT ini.

Lebih lanjut, Mantan Dandim Pacitan dan Bojonegoro ini menegaskan BNPT selama ini telah mengikat persaudaraan antara mantan pelaku dan korban aksi terorisme. BNPT berhasil merangkul para mantan pelaku dan korban aksi terorisme beserta keluarga dalam sebuah wadah persaudaraan dan saling memaafkan serta sepakat bersama-sama mensosialisasikan kepada masyarakat luas agar berhati-hati terhadap bahaya paham radikal terorisme.

Selanjutnya, Dadang menjelaskan salah satu tugas pokok BNPT adalah koordinasi dengan intansi-intansi terkait dalam penanganan masalah terorisme. Peserta kegiatan yang dari berbagai kementerian dan lembaga seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kemenkumham, Kemenkes, Polri, BNPB, BPJS Kesehatan, Kemenakertrans, serta para peneliti dan konsultan diharapkan dapat merumuskan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat khususnya penanganan korban aksi terorisme