Semarang- Doktrinasi kelompok teror sangat berbahaya karena bisa dengan mudah mencuci otak generasi muda untuk melakukan aksi kekerasan. Setidaknya sudah ada contoh 17 remaja dan pemuda di Indonesia yang menjadi pelaku teror karena korban doktrinasi.
Demikian ditegaskan oleh Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam kegiatan Acara Seminar Nasional bertajuk “Media Sosial Ku Masa Depan Ku“ yang diselenggarakan BNPT Bersama dengan Duta Damai Regional Semarang di Universitas Negeri Semarang (UNNES), Selasa (17/04/2018). Hadir juga sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut, Conten Creator dan Youtuber Muhammad Abdul Wahid dan Atto Rintawan Admin Inibaru.id.
Dalam kesempatan tersebut, Hamli menampilkan sebuah video yang menggambarkan korban anak muda yang terpedaya doktrin kelompok teror. Doktrinasi mudah menguasai kepala seorang pelaku teror sehingga mereka bisa meyakini kejahatan terorisme sebagai sebuah perjuangan.
Radikalisme dan terorisme yang terjadi seperti ini bisa terjadi pada semua agama. Bahkan dalam sejarah terorisme di semua negara, aksi terorisme terjadi dengan berbagai latar belakang yang berbeda.
Dari data riset INSEP tahun 2012, menurut Hamli motif pelaku terorisme sangat beragam. Motivasi ideologi agama sebesar 45,5 persen, 20 persen karena perasaan solidaritas komunal, Mob mentality sebesar 12,7 persen, motif balasa dendam sebesar 10,9 persen, situasional 9,1 persen, dan separatisme sebesar 1,8 persen.
“Saya mengajak mahasiswa UNNES dan seluruh mahasiswa memahami agama secara utuh dan menyeluruh karena radikalisme dan terorisme diawali dengan pemahaman keagamaan yang keliru, pemahaman keagamaan secara sempit dan terbatas.” tegas Hamli.
Alasan ideologis keagamaan menjadi sangat besar sebagai motivasi pelaku teror. Kelompok radikal terorisme memaknai jihad secara terbatas dan sempit bahwa jihad sebagai perang. Doktrin perang ini dimanfaatkan untuk mendoktrin anak muda untuk melakukan perlawanan.
“padahal Jihad luas sekali menuntut ilmu merupakan jihad, bekerja dengan baik merupakan jihad, komitmen untuk terus berbuat baik juga merupakan jihad.” tukas Hamli
Hamli mengajak generasi muda khususnya mahasiswa untuk memiliki kemampuan kontra narasi dan memiliki komitmen untuk menjaga perdamaian yang terjadi di tengah masyarakat. Konflik yang terjadi di tengah masyarakat rentan dimanfaatkan kelompok radikal terorisme untuk meradikalisasi masyarakat.
Konflik dapat dijadikan alat kelompok terorisme sebagai bentuk ajakan solidaritas komunal yang sempit untuk memecah belah antar suku, agama dan kelompok. Situasi yang kacau, menurutnya, merupakan ladang subur kelompok teror untuk mendoktrin dan mengajak masyarakat untuk bersimpati dalam aksi teror.