Yogyakarta – Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan menyarankan agar BNPT dan Muhammadiyah banyak membuat aksi kemanusiaan dalam melakukan pencegahan terorisme di Indonesia. Menurutnya,sisi-sisi kemanusiaan itu bisa menjadi solusi dalam membuat program pencegahan terorisme yang lebih baik ke depan.
“Saya kira aksi kemanusiaan itu harus diperbanyak dalam pencegahan terorisme. Seperti contohnya BNPT dan Muhammadiyah, kalau mau gagah perlu membuat semacam Laskar Dakwah yang tugasnya adalah membangun manusia melalui dakwah. Mereka dilatih selama 6-12 bulan, bukan dengan survival tentara, tapi survival dakwah. Dimana pun mereka harus tetap menggelar majelis dakwah,” kata Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan pada FGD Penyusunan Program Pencegahan Terorisme di Indonesia kerjasama BNPT dan PP Muhammadiyah di Hotel Alana, Yogyakarta, Jumat (22/7/2016).
Pada kesempatan itu, Prof. Abdul Munir menjelaskan secara ringkas mengapa munculnya pandangan yang melahirkan aksi terorisme. Pertama umumnya orang islam mempunyai mimpi surgawi yang sebutannya macam-macam seperti darussalam atau baldatun thoyyibatun warrrobun ghofur. Itu mimpi indah.
Kedua cara pandang yang bipolar yang saling kontradiktif. Menurutnya, orang berada dalam kondisi yang tidak jelas karena di satu sisi mimpi indah darussalam, tapi di sisi lain punya keyakinan teologis yang tidak dibantah terkait keberadaan dajjal. Ia menilai Ini adalah kontroversi yang kadang-kadang tidak bisa mendamaikan itu.
“Di satu sisi mimpi indah, di sisi lain ada keterancaman sehingga masyarakat harus bisa memahami realitas ini,” imbuhnya.
Sekarang, lanjut Prof. Dr. Abdul Munir, dun makin terbuka dan ancaman semakin meningkat. Bahkan dalam islam sendiri saling menikam di antara internal islam itu sendiri. Iamencontohkan kelompk besar islam besar yaitu sunni dan syiah. Menurutnya, sunni dan syiah tidak pernah berdamai.
“Kadang saya bayangkan mau masuk surga itu rebutan.Padahal kita sama-sama islam. Itu problem islam,” ungkapnya.
Selain itu, Prof. Abdul Munir mengusulkan untuk memperbanyak tulisan tentang sisi humanis Nabi Muhammad SAW dalam jurnal-jurnal khutbah. Itu penting agar umat meniru cara hidup nabi dari sisi kemanusiaan, baik sebagai bapak, suami, maupun kepala pemerintahan.
Sementara Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof. Dr. Tulus Warsito menyampaikan pandangannya tentang terorisme dan publikasi. Menurutnya terorisme dan publikasi ini adalah dua hal dengan sisi mata uang yang sama.
“Kalau ada teror, pasti ada publikasi media. Publikasi itu dilakukan karena masyarkaat suka membaca isu teror. Seperti teror bom Thamrin, meski tidak begitu besar, tapi karena dibesarkan publikasi media, dampaknya menjadi sangat besar,” jelasnya.
Selain itu, di era reformasi, informasi sangat cepat tersebar. Iamenilai, kemajuan dan penyebaran teknologi itu tidak bisa menghalangi masyarakat untuk mengakses. Karena itu harus ada yang menyaring informasi itu sehingga konten-konten negatif itu tidak bisa tersebar dan di copy paste serta disebar begitu saja.
”Informasi menjadi faktor penting dalam pencegahan terorisme. Tapi informasi yang bebas sekarang ini menjadi kendala. Apalagi adanya commercial information sehingga harus ada strategi informasi. Ada yang boleh dibuka dan ada yang harus tidak disebar,” pungkasnya.