Jakarta – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, menggandeng Google Pasifik dan Twitter untuk memberantas konten negatif seperti radikalisme dan terorisme. Pertemuan Menkominfo dengan Google dan Twitter yang berlangsung Jumat (4/8/2017) membahas cara penanganan konten-konten negatif yang selama ini berseliweran bebas di media sosial (medsos).
Pada pertemuan itu, Google diwakili oleh Director, Public Policy & Government Affairs, Southeast Asia and Greater China, Google Asia Pacific, Ann Lavin dan Head of Public Policy and Government Relations Google Indonesia, Shinto Nugroho. Twitter diwakili Director of Public Policy Asia Pacific, Kathleen Reen. Pertemuan ini berlangsung di jam yang terpisah, tetapi pada hari yang sama.
Dalam pertemuan itu sudah disepakati sistem trusted flagger sebagai cara untuk melaporkan dan memberantas berbagai konten negatif, radikal, dan terorisme yang muncul di platform media sosial milik Google dan Twitter. Sistem yang baru diterapkan secara efektif dua atau tiga bulan mendatang ini tidak akan berjalan tanpa kontribusi masyarakat sebagai pengguna platform internet terbesar tersebut.
“Google dan Kemenkominfo akan menerapkan suatu sistem trusted flagger. Lewat trusted flagger masyarakat bisa menandai konten, kemudian pihak Google akan melakukan analisis. Kami membahas bagaimana meningkatkan service level dalam penanganan konten negatif di platform milik Google, salah satunya YouTube. Dulu prosesnya masih memakai e-mail laporan, tapi sejak akhir Juli tahun ini sudah mulai memakai sistem trusted flagger,” kata Rudiantara kepada wartawan di kantornya.
Metode trusted flagger tersebut rencananya bakal diterapkan di media sosial berbagi video, YouTube, dan lainnya. Sedangkan layanan Google Search, yang merupakan alat penjelajah internet, belum bisa memakai metode trusted flagger. Ann Lavin mengatakan, metode trusted flagger sebenarnya bakal tersedia secara global. Sekarang baru Indonesia saja yang mendapatkan akses tersebut.
Selain trusted flagger, pemerintah bersama Google dan Twitter juga bekerja sama untuk mempermudah laporan langsung melalui jalur khusus, seperti e-mail. Metode ini bisa digunakan untuk konten-konten yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan Indonesia, tetapi tidak menyalahi aturan standar komunitas masing-masing platform.
“Contohnya pornografi, kalau di AS dan Indonesia kan beda. Di sana mungkin hanya child porn yang dilarang. Maka kalau seperti itu akan dilaporkan melalui jalur khusus, bukan trusted flagger. Kalau radikalisme atau terorisme berbeda, akan langsung di-take down karena memang secara global tidak sesuai dengan standar,” pungkas Menkominfo.