Pontianak – Di era digital yang semakin cepat dan terbuka, penyebaran paham radikal tak lagi terjadi hanya di ruang fisik, melainkan menjalar ke ruang-ruang virtual. Menyikapi hal ini, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Prof. Dr. Irfan Idris, M.A., menyerukan perlawanan strategis melalui kekuatan narasi damai.
Seruan tersebut ia sampaikan saat membuka kegiatan “Pitutur Cinta: Implementasi Ajaran Agama dalam Bingkai NKRI dengan Semangat Cinta Kasih bagi Tokoh Muda Lintas Agama”, yang diselenggarakan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Barat secara hibrida pada Rabu (2/7/2025).
“Kita harus banjiri dunia maya dengan narasi dari penyuluh enam agama. Intinya, menebarkan rasa damai di dunia digital,” tegas Prof. Irfan dalam pidatonya.
Menurutnya, radikalisme dan terorisme adalah ancaman nyata yang terus berkembang dan menyasar kelompok rentan, terutama generasi muda dan perempuan. Dunia digital kini menjadi medium utama penyebaran ideologi ekstrem yang dikemas dalam konten provokatif dan manipulatif.
“Yang lebih mengkhawatirkan, radikalisme menyasar generasi muda lewat konten digital yang tampak menarik tapi sesat,” ujar Irfan.
Ia menguraikan bahwa proses menjadi teroris bukanlah sesuatu yang instan. Fenomena ini disebutnya sebagai “anak tangga radikalisme” yang dimulai dari sikap tertutup (close minded), berlanjut ke intoleransi, ekstremisme, hingga akhirnya menjadi pelaku teror.
Dalam menghadapi ancaman tersebut, Prof. Irfan menggarisbawahi pentingnya memperkuat empat pilar persaudaraan sebagai fondasi ketahanan sosial: Ukhuwah Islamiyah – Persaudaraan sesama umat Islam, Ukhuwah Wathaniyah – Persaudaraan sesama anak bangsa, Ukhuwah Insaniyah – Persaudaraan sesama manusia, Ukhuwah Khulqiyah – Persaudaraan sebagai ciptaan Tuhan.
I
a juga menegaskan bahwa Indonesia adalah negara bangsa, bukan negara agama. Seluruh penduduknya sudah beragama, dan substansi dari setiap ajaran agama adalah cinta kasih, bukan kebencian.
“Makanya judul kegiatan ini Pitutur Cinta. Karena tidak ada ruang bagi kebencian ketika cinta menjadi dasar berpikir dan bertindak,” imbuhnya.
Kepada peserta yang terdiri dari tokoh muda lintas agama, penyuluh, mahasiswa, dan pelajar, Prof. Irfan memberikan pesan penting agar mereka aktif menjadi pelopor perdamaian, bukan hanya melalui aksi, tetapi juga dengan literasi dan narasi.
“Gunakan ilmu, tulisan, dan suara kalian untuk melawan kebencian. Jadilah pelopor perdamaian. Karena bangsa yang cerdas dan berkarakter adalah benteng terkuat melawan bahaya radikalisme,” pungkasnya.