Arab Saudi Sumbang Rp 1,4 Triliun Untuk Koalisi Pemberantas ISIS

Riyadh – Pemerintah Arab Saudi menyumbangkan dana USD100 juta atau sekitar (Rp1,4 triliun) untuk Koalisi Global guna memerangi kelompok ISIS. Dana sumbangan itu juga ditujukan untuk mendukung proyek-proyek stabilisasi di wilayah Suriah timur laut yang telah dibebaskan dari kelompok teroris.

Dana dari Riyadh itu tercatat sebagai kontribusi terbesar bagi Koalisi Global Anti-ISIS yang dipimpin Amerika Serikat (AS).

Mengutip laporan kantor berita negara Saudi, SPA, sabtu (18/8/2018), sumbangan Riyadh juga sebagai implementasi dari janji yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri Saudi Adel Al-Jubeir pada Konferensi Koalisi Global Anti-ISIS pada 12 Juli 2018 di Brussels.

Dana ini nantinya akan digunakan untuk pemulihan wilayah-wilayah yang berhasil direbut dari ISIS, seperti Raqqa. Peruntukan dana akan difokuskan pada revitalisasi fasilitas kesehatan, pertanian, listrik, air, pendidikan, transportasi, dan pembersihan puing-puing bangunan.

Koalisi Global Melawan ISIS dibentuk pada September 2014, tahun ketika Abu Bakar al-Baghdadi mengumumkan kekhalifahan di Irak dan Suriah. Ada 77 negara anggota koalisi dari berbagai benua di dunia.

Upaya mengusir ISIS membuahkan hasil sejak 2017. Beberapa wilayah yang sebelumnya mereka kuasai, seperti Raqqa di Suriah atau Mosul di Irak, berhasil direbut dan ISIS tercerai berai serta berkurang jumlahnya.

Saat ini wilayah kekuasaan ISIS berkurang hanya menjadi sekitar 400 km persegi di Suriah. Di masa jayanya pada 2014, ISIS menguasai wilayah seluas 45 ribu kilometer persegi di Suriah dan Irak.

Amerika Serikat menyambut baik sumbangan Saudi untuk koalisi. AS juga menyerukan negara-negara anggota koalisi meniru Saudi dan menjalankan tanggung jawabnya dalam menciptakan stabilitas dan keamanan di kawasan.

“Stabilitas dan program pemulihan sangat penting untuk memastikan ISIS tidak bisa bangkit lagi dan menggunakan Suriah sebagai tempat mengancam masyarakat di kawasan dan merencanakan serangan di seluruh dunia,” ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri AS yang dikutip Reuters