Aparat Tingkat Kelurahan Harus Peka Terhadap Perkembangan Keamanan di Wilayahnya

Tasikmalaya – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Subdit Pengembangan Sistem Operasi di Direktorat Pembinaan Kemampuan pada Kedeputian II telah sukses menggelar acara Pembekalan dan Sinergitas antara Bhayangkara Pembina Keamanan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan Lurah/Kepala Desa dalam Mengantisipasi Terjadinya Aksi Teroris se-wilayah Kabupaten/Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Acara tersebut digelar sejak Selasa (23/02/2016) hingga Jumat (26/02/2016) di Hotel Santika, Tasikmalaya

Deputi II BNPT bidang Pembinaan Kemampuan, Penegakan Hukum dan Penindakan, Irjen Pol. Arief Dharmawan telah berkenan menutup acara tersebut. Arief menjelaskan bahwa maksud dan tujuan digelarnya acara tersebut yakni untuk mensinergikan kemampuan ujung tombak wilayah yang dilakukan ketiga unsur tersebut dalam rangka antisipasi gangguan terorisme terutama di wilayah Tasikmalaya.

“Kenapa kami katakan tiga serangkai ini adalah ujung tombak yang paling penting? Karena mereka lah yang kami anggap menguasai wilayah, mengerti tentang fluktuasi perkembangan situasi keamanan di wilayah, termasuk bagaimana tugas pokok dan fungsi dari masing-masing kesatuan itu bisa bersinergi,” ujar Arief dalam penjelasannya di Hotel Santika, Kamis (25/02/2016) malam.

Arief melanjutkan, tujuan lain yang tidak kalah penting adalah bagaimana mereka bisa melaporkan tentang situasi perkembangan di wilayahnya, karena masalah terorisme ini bukan hanya yang berkaitan lokal, tetapi sudah bersifat global.

“Jadi lalu lintas orang pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, apakah dia keluar, apakah dia masuk harus perlu dicermati oleh mereka dan dilaporkan pada pihak kami,” ujar pria alumni Akademi Kepolisian 1984 ini.

Selain itu BNPT menurutnya juga melaksanakan program Deradikalisasi dimana nantinya akan ada narapidana terorisme yang akan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tasikmalaya. Dan tentunya keluarga narapidana yang sedang menjalani hukuman di lapas tersebut juga perlu dicermati.

“Dengan demikian jika tiga unsur ini sudah berjalan bersama dengan menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing, khususnya yang berkaitan dengan bagaimana dia mengamati wilayah itu sudah bisa termonitor mudah-mudahan gejolak-gejolak yang besar tidak akan terjadi,” ujarnya.

Arief yang pernah menjabat sebagai Direktur Kerjasama Bilateral di Kedeputian III BNPT ini menjelaskan bahwa alasan dipilih Tasikmalaya untuk ditempati napi terorisme ini dikarenakan Tasikmalaya termasuk salah satu basis dari gerakan-gerakan terorisme.

“Dari beberapa pelaku yang tertangkap itu berasal dari Tasikmalaya. Selain itu dari sejarah Indonesia, Tasikmalaya juga merupakan bagian dari torehan terorisme yang ada di Indonesia,” ujarnya menjelaskan.

Dalam kesempatan tersebut Arief mengakui bahwa selama ini ketiga unsur aparat tersebut kurang peka dalam mendeteksi ancaman terorisme di wilayahnya dikarenakan adanya kebosanan dan kejenuhan dengan
pekerjaan yang dari hari kehari hanya itu-itu saja, sehingga aparat kurang awas dan kurang tanggap terhadap situasi yang berubah.

“Karena mereka anggapan bahwa ‘ah paling begitu-begitu saja tidak ada apa-apa’. Ini yang perlu kita hindari, mari kita kasih bekal mereka apa sih yang harus dicermati di daerah, bagaimana caranya mencermati, lalu apa yang harus dilakukan setelah mencermati,” ujarnya.

Dengan adanya pembekalan tersebut, kebosanan, kejenuhan yang dihadapi aparat itu langsung hilang. “Kita lihat selama acara diskusi yang mereka lakukan cukup menarik, pertanyaannya juga cukup bisa membuat bahwa yang katanya tidak ada apa-apanya itu ternyata muncul diantara mereka sendiri,” katanya.

Dikatakan Arief, dalam kegiatan tersebut mereka juga dibagi dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan tentang masalah -masalah yang muncul. “Setelah itu dipikirkan bagaimana cara-cara itu bisa ditangani minimal oleh wilayah dulu. Terkait hal-hal yang lebih besar yang menyangkut peralatan dan segala macam kami minta bantuan ke pusat,” ujarnya

Dalam kegiatan yangdiikuti sebanyak 212 peserta tersebut, alumnus Lemhanas angkatan 43 yang juga pernah menjabat sebagai Kanit Ekonomi Khusus Bareskrim Polr ini berharap, dengan kegiatan ini mereka harus lebih intensif, sadar dan peka dalam mengamati perkembangan wilayahnya

“Kita sedikitt bicara mengenai teori gunung es, ketika penindakan yang dilakukan oleh Densus 88/Anti Teror berhasil menapak atasnya, yang bawah akan naik. Ketika naik itu tidak disadari oleh mereka, maka itu akan menjadi bahaya. Lebih bagus digerogoti pelan-pelan yang dibawah supaya tidak naik keatas. Itulah tugas mereka. Tidak berat, yang penting mau apa tidak,” ujarnya mengakhiri.