Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Ali Ridha menyoroti masih adanya lembaga pendidikan keagamaan yang mengajarkan paham-paham intoleransi di Indonesia. Menurutnya, dengan masih adanya lembaga pendidikan keagamaan yang mengajarkan pemahaman intoleransi tentunya dapat memicu adanya tindakan radikalisme.
Ia juga menyinggung soal adanya lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan kekerasan terhadap paham-paham yang sudah ada dan ini sudah sering terjadi.
“Ada beberapa lembaga atau pondok pesantren yang mengajarkan tentang intoleransi yang kemudian dapat memicu adanya peristiwa radikalisme,” ungkap Ali Selasa (31/1/2023).
Ali menyebut ajaran ini dapat menimbulkan perpecahan, baik itu sesama agama Islam maupun antar umat beragama, karena paham ajaran itu menyalahkan bahwa ajaran agama lainnya itu adalah salah atau sesat.
“Ajaran-ajaran ini kita sebut saja tidak perlu khawatir bahwa ini adalah lembaga-lembaga yang mencoba mengajarkan paham-paham salafi wahabi dan kemudian paham ini tidak bisa diterima di negeri ini,” sebut Ali.
Kemudian Ali mencontohkan, beberapa negara yang sudah mengalami peristiwa perpecahan dengan ajaran paham itu yang mengakibatkan pertumpahan darah antar sesama umat Islam.
Kita coba kasih contoh di beberapa negara lain yang mengajarkan paham wahabi ini itu tidak berjalan dengan baik, di negara tersebut terjadi pemberontakan dan pembunuhan sesama agama Islam.
Hanya karena paham intoleransi ini mengajarkan untuk tidak menghargai perbedaan, begitu ada paham yang berbeda dengan ajaran ini maka itu dikafirkan dan dihalalkan darahnya.
“Peristiwa ini banyak terjadi di daerah-daerah yang lain, kita sama-sama tau di media mengungkap mulai dari beberapa bulan yang lalu atau tahun 2022 ada peristiwa di Lombok, sekarang ini terjadi di Madura, tepatnya di Kabupaten Pamengkasan ada satu lembaga katanya pondok pesantren yang kemudian mengajarkan ajaran ini yang kemudian itu memicu kemarahan dari warga setempat,” ungkap Ali.
Oleh sebab itu, pada hari ini dipertanyakan kepada Kakanwil Provinsi Jawa Timur dan hasilnya pondok pesantren yang mengajarkan paham ajaran intoleransi tersebut ternyata belum memiliki izin.
“Nah itu kemudian kami yang pertanyakan kenapa bisa ada lembaga yang belum memiliki izin lantas mereka beroperasi,” jelas Ali.
Oleh karena itu, ia meminta kepada pemerintah untuk meningkatkan pengawasannya terhadap lembaga-lembaga pendidikan keagamaan dan lebih selektif dalam memberikan izin kepada lembaga pendidikan keagamaan, agar kasus yang terjadi di Pamengkasan tidak terjadi di tempat lainnya.
“Saya memohon kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama untuk sangat selektif dalam memberikan izin kepada pondok-pondok pesantren yang kemudian itu nanti akan digunakan untuk mengajarkan paham-paham intoleran, termasuk melakukan pengawasan kepada lembaga-lembaga pendidikan agama yang belum memiliki izin tetapi sudah beroperasi,” tutup Ali.