Masih ingat dalam tulisan saya terdahulu bahwa dari hasil investigasi selama ini ada beberapa organisasi Radikal terorisme yang masih aktif baik di Indonesia maupun negara tetangga seperti Abu sayaf, Jemaah Islamiah, Bangsa Moro Islamic Freedom Fighter (BIFF), Al Qaedah Malaysia, Kumpulan Mujahidin Malaysia (KKM) dan sebagian ada di Thailand serta beberapa organisasi lain yang berafiliasi dengan al Qaedah. Kelompok dan jaringan teroris di beberapa negara tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi ada kaitan lokal, regional dan global yang menghubungkan antara satu dengan yang lainnya.
Apabila kita cermati ancaman teroris pada jaman dan era terdahulu lebih bersifat lokal domestik. Sekarang jaringan terorisme telah menampakkan diri dalam jaringan yang bersifat regional dan bahkan internasional. Kasus terorisme di Jl. Thamrin pada 14 Januari 2016 yang lalu sangat dipengaruhi oleh ISIS global seperti kejadian perancis dan beberapa negara di Eropa dan Amerika. Ada pula yang dipengaruhi heroisme maskulinitas dengan penyerangan membabi buta dan ada juga dengan mode penerapan ideologi aplikatif pro kekerasan.
Ancaman lokal akibat imitasi terhadap kejadian terorisme global menjadi tantangan tersendiri. Masih ingat kasus Batam di mana Katibah Gonggong Rebus (KGR) ditangkap karena membuat rencana penyerangan terhadap Marina Bay Singapura. KGR dipimpin oleh Gigih Rahmat Dewata yang merupakan seorang fasilitator pemberangkatan anggota ISIS ke Suriah dan sangat aktif berkomunikasi dengan Bahrun Naim. Pada tanggal 5 Agustus 2016 mereka ditangkap oleh pemerintah Indonesia. Mereka adalah Syafrido, Eka Syahputra, Tarmidzi, Hadi Gusti Yanda dan M Tegas Sucianto.
Lalu apa hubungannya dengan Malaysia dan negara lain? Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuat hubungan antar jaringan regional mudah dilakukan. Sebut saja penyerangan pelemparan granat barrage di Puchong, Selangor yang melukai 8 orang di mana pemerintah mengatakan bahwa memang pelakunya adalah orang Malaysia. Pada tanggal 13 sampai 19 Januari 2017 lalu pemerintah telah menangkap seorang warga Filipina, 2 orang Bangladesh dan seorang wanita Malaysia yang ternyata menjadi penghubung khusus Sabah untuk keberangkatan ISIS. Dan terbukti juga bahwa di Malaysia ada pemimpin ISIS yang berasal dari akademisi Dr Mahmoed achmad dari University of Malaka.
Dalam lingkup regional semakin tampak ada kekuatan yang mulai tumbuh jaringan terorisme di kawasan Asean yang terhubungan antara satu jaringan dengan lainnya dan antara satu negara dengan tetangganya. Indikasi semakin menguatnya kelompok teroris di lingkup regional ini misalnya dengan terbentuknya Katibah Nusantara yang mempunyai jaringan kuat terhadap terorisme global.
Adakah Katibah Nusantara itu bersifat global? Para pejuang mujahidin di kawasan Asean mereka membentuk paguyuban yang disebut Katibah Nusantara yg dibentuk pada tanggal 26 September 2014 yang berpusat di al Shadadi Provinsi Hasaka Suriah. Paguyuban ini dipimpin oleh Abu Ibrahim al Indonisy. Tidak sekedar paguyuban biasa, Katibah Nusantara memiliki unit kerja khusus yang menangani tentara, penembak jitu, unit senjata berat, unit taktik dan strategis.
Sebagai catatan penting, paguyuban yang menampung kumpulan orang Asean ini di Suriah ini sukses dipimpin oleh orang Indonesia yang bernama Bahrumsyah, Bahrun Naim dan Abu Jandal. Catatan kesuksesan kelompok ini pernah sukses tahun 2015 dengan menguasai 5 wilayah Kurdi. Salah satu dari tiga pentolan tersebut dikabarkan tewas, yakni Abu Jandal dan sekarang penggantinya yaitu Abu Walid. Walid adalah teroris Indonesia eks napi Filipina. Di samping itu, ada Warga negara Malaysia yang juga berperang di ISIS atas Muhamad Wanddy Muhamad Jedi.
Apa yang ingin ditegaskan dari paparan di atas bahwa peran teroris baik di dunia dan di Asia ternyata tidak lepas dari ocehan Bahrun Naim. Berapa celotehan Bahrun Naim di Media Sosial dan Blog walaupun sudah dihapus ternyata masih dipedomani oleh pengikut ISIS khususnya pada serigala tunggal (lone wolf). Apa yang menjadi celotehan BN yakni target orang asing dan polisi, percaya bahwa teror adalah seruan Rasullullah saw, seruan jihad kepada Singa-singa di Indonesia, anjuran melakukan pembunuhan, anjuran yang terendah seperti menawan, menyerang, dan minimal memantau aktifitas pemerintah.
Senin yang lalu (27/02), Bandung mendapat kabar tidak mengenakkan dengan adanya peledakan bom panci yang dilakukan oleh tersangka berinisal YC. Tersangka memang bukan pemain baru. Ia pernah dibui atas kasus terorisme pada tahun 2012 lalu dan pernah terlibat dalam kasus jaringan JAT Aceh sebagai supporting tema dan juga pernah aktif di jaringan JAD Bandung. YC merupakan jaringan Abu Sofi yang tertembak di Bendungan Jati Luhur pada tanggal 25 Desember yang lalu.
Kejadian ini memang amatiran dilakukan dengan tanpa penyiapan alat, pemilihan waktu dan target yang jelas. Tapi saya melihat ini ke depan ancaman bahwa pelaku lama yang entah bergerak sendiri atau ada keterhubungan sel berani menunjukkan aksinya secara mandiri dan nekad. Prinsip menawan, menyerang dan meminimal memantau aktifitas pemerintah menjadi doktrin yang dapat menyasar siapapun baik dari pemain baru ataupun lama.