Jakarta – Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. Drs. Herwan Chaidir mengungkapkan bahwa ancaman serangan terorisme di kawasan dstinasi wisata khususnya perhotelan masih cukup tinggi. Hal tersebut dikatakannya disela-sela acara Focus Group Discussion (FGD) Simulasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Keadaan Darurat Hotel dari Ancaman Terorisme yang digelar di Hotel Grand Sahid, Jakarta, .
“Kalau kita lihat kasus bom Bali I tahun 2002 lalu ini kan di fasilitas publik, destinasi wisata. Namanya tempat wisata itu akan didatangi manusia yang sedang menjalani aktivitas liburan. Artinya orang yang berlibur akan istirahat di hotel, korelasinya seperti itu. Dan bahkan bukan tidak mungkin tempat wisata itu ada di sekitar hotel,” ujar Brigjen Pol. Herwan Chaidir
Menurutnya, para pelaku teror pastinya menginginkan kawasan publik sebagai targetnya karena memiliki dampak korban yang cukup besar. Namun dari pengamatanya akhir-akhir ini para pelaku teror lebih memainkan aksinya dalam one man target
“Cuma itu saja tapi mereka tidak maskimal. Beda dengan seperti jaman bom Bali, bom, JW Marriot, bom BEJ dulu. Karena pada saat itu mereka itu menginginkan ada jumlah korban yang besar, lalu bisa menjadi viral bahwasannya ada kejadian yang luar biasa di Indonesia,yang memberikan pesan bahwa Indonesia tidak aman.,” kata alumni Akpol tahun 1987 ini
Dikatakan mantan Kasubden Bantuan Densus 88/Anti Teror Polri ini, dalam melakukan aksinya, pelaku teror itu ingin membuat banyak pesan seperti Indonesia tidak aman, investor akan lari, kemudian memberikan pesan kepada rekan-rekannya bahwa bahwa dirinya sudah memulai dan mengajak rekannya untuk melakukan hal yang sama.
“Seperti mereka sudah melakukan aksi di kawasan ring 1 di Jl MH Thamrin atau memberikan pesan kepada rekannya yang lain bahwa dia dah berani menembak nembak segala macam dan sebagainya. Itu pesan yang disamapaikan pelaku teror kepada rekan-rekannya untuk melakukan hal yang sama. Jadi di fasilitas publik bagi mereka nilai juaknya tinggi karena dipastikan akan menimbulkan banyak korban,: ujarnya.
Berkaca kepada kejadian ledakan yang diduga bom bunuh diri di Hotel JW Marriot tahun 2003 dan 2009 serta bom Hotel Ritz Cartlon di tahun 2009 yang lokasi semuanya berada di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, BNPT pada tahun 2015 lalu telah selesai menyusun dan mensosialisasikan SOP Penanganan Keadaan Darurat Hotel dari Ancaman Terorisme. Untuk memaskimalkan dalam menjalankan SOP tersebut, maka Subdit Pengamanan Lingkungan pada Direktorat Perlindungan di Kedeputian I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalsiasi BNPT menggelar FGD Simulasi SOP tersebut.
“Ini sudah seperti mempraktekkan secara riil dengan melakukan simulasi gladi posko atau latihan kering. Jadi lebih memberikan nuansa riil, artinya oh begino lho kalau situasi kita saat holet itu mendapatkan serangan terorisme. Jadi mulai security, manajer hotel semuanya harus mengantsiipasi,” ujar pria kelahiran Palembang, 7 Oktober 1963 ini.
Pihaknya membuat simulasi ini agar kita stakeholder terkait bisa siap diri, siap peralatan serta siap pedomannya juga karena dalam menghadapi segala sesuatu tentunya juga harus siap semuanya. “Kalau hanya siap diri saja tapi peralatannya kurang juga percuma. Jadi harus berimbang, peralatan, konsepnya, acuannya, manuasianya. Jadi di simulasi ini yang kita siapkan semua sumber daya yang ada,” ujarnya.
Dijelaskannya, dalam acara simulasi ini pihaknya mengambil salah satu bentuk bangunan seperti di hotel Grand Sahid Jakarta. Sehingga akan tahu jika hotel Sahid ini kalau ada ancaman terorisme yang memiliki dampak akan kelihatan hubungan tata kerja pihak hotel termasuk pergerakan dari seluruh manajemen hotel seperti apa.
“Jadi kita harus lebih riil, jangan hanya sebuah konsep di atas kertas seperti SOP yang dipunyai oleh kita atau hotel itu sendiri. Tapi paling tidak dengan adanya gladi-gladi maket seperti ini akan menambah cakrawala, wawasan kepada pihak pihak user dalam hal ini manajer, keamanan perhotelan,” ujar manatan Kapolres Gorontalo ini.
Berikutnya menurutnya, yang tidak kalah penting dalam konsep Nawacita pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla, dimana pada poin pertama yang harus dilakukan Pemerintah adalah menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman atau perlindungan pada seluruh warga negara.
“Artinya kita sebagai representasi daripada negara, maka BNPT ini i sudah berbuat. Seperti saya sebutkan tadi kita harus proposional membuat SOP ini, jangan asal-asalan buat. Kita mau menunjukkan yang sesungguhnya bahwa negara hadir disini,” ujarnya
Untuk itu dirinya berharap dengan adanya latihan-latihan seperti ini pihak hotel dan stakeholder terkait bisa trampil, lincah di lapangan dan mampu mengeleminir jumlah korban dan mampu menyelamatkan banyak orang.
“Ini akan lebih baik dibandingkan kalau tidak tahu atau buta sama sekali mengenai apa yang harus mereka perbuat jika terjadi ancaman terorisme yang tentunya akan berakibat jatuhnya banyak korban baik korban jiwa, material, infrastruktur dan sebagainya,” ujarnya mengakhiri.
Seperti dikatahui bahwa Indonesia pernah diguncang ledakan di perhotelan seperti dialami Hotel JW Marriott pada 5 Agustus 2003. Saat itu, sekitar pukul 12.44 WIB, terjadi ledakan yang berasal dari bom bunuh diri menggunakan mobil Toyota Kijang bernomor polisi B 7462 ZN yang dikendarai Asmar Latin Sani.
Ledakan bom di Hotel JW Marriott tahun 2003 dipicu melalui sebuah telepon seluler yang ditemukan di TKP. Ledakan tersebut menewaskan 14 orang dan 156 korban luka-luka. Ledakan bom di depan Marriott itu mirip dengan ledakan di Bali.
Lalu pada 17 Juli 2009 Hotel JW Marriot kembali mendapatkan serangan teror bom bersama hotel Ritz Cartlon yang lokasinya tepat berada di seberangnya pada pagi hari sekitar pukul 07:45 WIB. Peristiwa bom bunuh diri tersebut menewaskan 9 orang korban dan melukai lebih dari 50 orang lainnya, baik warga Indonesia maupun warga asing
Selain dua bom rakitan berdaya ledak rendah yang meledak tersebut, sebuah bom serupa yang tidak meledak ditemukan di kamar 1808 Hotel JW Marriott yang ditempati sejak dua hari sebelumnya oleh tamu hotel yang diduga sebagai pelaku pengeboman.