Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) terus memperkuat program-program pencegahan radikalisme dan terorisme. Hasilnya, tercatat tren aksi terorisme di Indonesia mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Penurunan ini terjadi seiring penguatan kampanye kesiapsiagaan nasional yang menjadi salah satu program BNPT disamping kontra radikalisasi dan deradikalisasi.
“Upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan menunjukkan tren positif dengan menurunnya angka serangan teror dari tahun ke tahun di Indonesia,” kata Kepala BNPT, Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/7/2023).
Hal tersebut ia sampaikan dalam ‘Peluncuran Tren dan Pencapaian Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2023. Menurut Kepala BNPT, penurunan kasus terorisme terlihat dari berkurangnya eskalasi dan skala aksi teror yang terjadi di Tanah Air. Utamanya setelah BNPT dibentuk, sebagaimana amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2010.
“Sebelum BNPT RI hadir, sejumlah aksi teror menggemparkan meletus dengan skala yang lebih masif baik dari segi fatalitas dan objek vital sasaran serangan pelaku terutama dalam kurun 2000-2010,” paparnya.
Rycko merinci aksi teror yang sempat terjadi, di antaranya bom Kedutaan Besar Malaysia, bom Bursa Efek Jakarta, bom Natal 2000, bom Bali I dan II, bom McDonald Makassar, bom Bandara Soekarno-Hatta, bom Hotel JW Marriot I dan II. Lalu diikuti bom Kedutaan Besar Australia, bom Pasar Tetena Poso, serta beberapa aksi serangan bom skala besar lainnya.
Jumlah keseluruhan serangan teror selama periode 2018-2022 berdasarkan I-KHub BNPT Counter Terrorism and Violent Extremism Outlook adalah 49 kali. Di sisi lain, jumlah pelaku terorisme (tipidter) yang ditindak dari tahun 2000 hingga akhir tahun 2015 mencapai total 1.143 orang.
“Penurunan eskalasi aksi secara kualitatif dan kuantitatif ini tidak terlepas dari kampanye kesiapsiagaan nasional yang digarap serius sebagai amanat pokok bagi BNPT seturut Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” terangnya.
Dia menjelaskan maksud kesiapsiagaan tersebut yakni kondisi siaga seluruh elemen masyarakat dari ancaman aksi terorisme dan bahaya paham radikal terorisme. Dalam hal ini termasuk tindakan pencegahan yang efektif, penggagalan rencana serangan, dan penangkapan anggota kelompok teroris yang berpotensi berbahaya. Menurutnya, ketiga upaya tersebut terbukti mampu meningkatkan kesiapsiagaan nasional BNPT.
“BNPT mengupayakan berbagai cara dalam meningkatkan kesiapsiagaan nasional mulai kerja sama dan koordinasi dengan lembaga keamanan intelijen, peningkatan kapasitas personel, pelibatan semua pihak termasuk masyarakat melalui sinergi pentaheliks,” tuturnya.
Selain itu, dia juga menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak dalam menggembleng kesiapsiagaan nasional. Ini sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme.
Karena ituBNPT juga memperkuat kolaborasi dengan sejumlah pihak mulai dari unsur pemerintah, pengusaha, organisasi masyarakat sipil (OMS), media, pelajar. Termasuk santri, akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, budayawan hingga mantan teroris dan penyintas.