Jakarta – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Jenderal TNI (Purn) Wiranto mengapresiasi upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mempertemukan antara mantan narapidana kasus terorisme (napiter) dengan para korban aksi terorisme (penyintas) dalam acara Silaturahmi Kebangsaan Negara Republik Kesatuan Indonesia (Satukan NKRI).
Hal tersebut dikatakan Menkopolhukam dalam keynote speaker-nya pada acara yang dihadiri sebanyak 124 mantan napiter dan 51 penyintas ini di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (28/2/2018). Acara Satukan NKRI ini sendiri digelar selama 3 hari sejak Senin (26/2/2018) lalu.
“Hari ini kita melakukan even yang sangat luar biasa karena baru pertama kali dilaksanakan di Indonesia, mungkin juga yang pertama di dunia. Pertemuan ini merupakan puncak dari program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah dalam menangkal aksi terorisme di Indonesia,” ujar Menko Polhukam Wiranto.
Namun demikian Menko Polhukam mengakui, bukan hal mudah untuk mempertemukan para mantan teroris dengan korban terorisme tersebut. Karena dibutuhkan waktu yang cukup panjang agar pertemuan ini dapat terlaksana.
“Penyebab terorisme berasal dari hati yang benci, dendam, marah, kecewa atau masyarakat yang termajinalkan sehingga mereka buat satu aksi, aksi adalah teror. Saya sangat berbahagia karena ternyata cara untuk menanggulangi hati yang menyebabkan teror itu obatnya adalah sabar, sadar dan pemaafan. Kita melaksanakan itu, kesadaran dan pemaafan. Tadi ada yang bilang Tuhan saja memberikan maaf kok, masak manusia tidak,” kata alumni AMN tahun 1968 ini.
Acara ini pun menurutnya menjadi bukti nyata bahwa pemerintah Indonesia secara spesifik ingin menuntaskan permasalahan terorisme. Karena dalam setiap kali melakukan pertemuan bilateral maupun multirateral, negara lain kerap menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki konsep yang berbeda dalam pemberantasan terorisme.
“Memang dunia selama ini menilai Indonesia sangat serius menyelesaikan permasalahan terorisme ini. Kita melakukan hard approach atau menyelesaikan teror dengan cara-cara keras dan soft approach itu dengan pendekatan pencegahan bisa dengan deradikalisasi,” ujarnya.
Dalam puncak acara Satukan NKRI ini ada lima menteri terkait yang hadir sebagai representasi untuk mewakili pemerintah seperti Menteri Sosial, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan, Menristek Dikti, dan Menteri Agama, termasuk dari unsur DPR yaitu Ketua Pansus RUU Terorisme. Tak hanya itu dari unsur media juga dihadikan pula Ketua Forum Pemimpin Redaksi, Suryopratomo. Mereka semua didaulat sebagai narasumber dan diberikan kesempatan untuk memberikan paparannya mengenai sinergitas dalam penanggulangan terorisme.
Dan BNPT sendiri sebagai inisiator dan fasilitator bagi mantan pelaku terorisme dan korban terorisme. Sementara Menko Polhukam sebagai saksi. Karena dalam kesempatan tersebut para mantan napiter dan korban diberikan kesempatan untuk menyampaikan masukan dan juga mencurahkan isi hatinya selama ini kepada para narasumber mulai dari pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan, hingga persepsi dari masyarakat.
“Tadi kami menyaksikan satu pertemuan dimana ada curhat dari mantan pelaku dan korban. Dimana yang satu sudah merasa sadar dan minta maaf atas perbuatannya, sementara yang satu memaafkan dalam konteks lebih luas lagi ada curhat, ada perhatian dari pemerintah,” kata mantan Menhankam/Panglima ABRI ini.
Menurut pria yang pernah menjadi Kepala Staf Angkatan Darat ke-19, pemerintah berkomitmen akan membantu para mantan dan korban aksi terorisme. Oleh karena itu, ia akan mengunci setiap komitmen, janji-janji dan harapan-harapan yang disampaikan dalam pertemuan tersebut.
“Kementerian terkait akan terlibat dalam memfasilitasi penuntasan permasalahan kesehatan hingga kesejahteraan para penyitas dan mantan pelaku teror di Tanah Air . Tadi juga sudah dipastikan oleh Kementerian terkait dan saya mengunci semua komitmen, semua janji janji, semua harapan dikunci dan bisa terwujud, Karena di situ ada satu sambung rasa yang diikat dengan komunitas satu. dan saya menjadi saksi dan saya kunci di situ,” tuturnya.
Di sisi lain, mantan Pangkostrad ini juga menyadari bahwa salah satu penyebab munculnya aksi teror di Indonesia disebabkan oleh adanya pihak-pihak yang merasa sakit hati maupun merasa dimarjinalkan. “Banyak hati benci, hati yang dendam, hati yang marah kecewa, masyarakat yang termarjinalkan ini membuat aksi, aksi adalah teror,” kata mantan Pangdam Jaya ini,
Tak hanya itu, dirinya juga memastikan kalau pemerintah akan memfasilitasi bila memang antinya para penyintas dan mantan napiter ini ingin membentuk kelompok kerja agar dapat menjadi satu komumitas nantinya. “Karena di situ ada satu sambung rasa yang diikat dengan komunitas satu,” ujarnya.