Jakarta – Wacana pembentukan Unit Kerja Presiden yang membidangi Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP PIP) merupakan keniscayaan di tengah maraknya gerakan radikalisme yang merusak budaya toleransi yang menjadi salah satu nilai (value) yang terkandung di dalam ideologi Pancasila.
Tidak hanya itu, tantangan ideologi Pancasila yang menjadi falsafah bangsa Indonesia ini sangat multi dimensi. Selain faham radikalisme, ideologi global kapitalisme dan liberalisme yang bermetamorfosa dalam berbagai bentuk dan variannya juga menjadi ancaman terberat bagi bangsa ini.
Oleh karena itu, wacana untuk membentuk lembaga yang bertujuan untuk pemantapan ideologi Pancasila sangat relevan dan perlu segera direalisasikan.
“Saya berharap fungsi Unit Kerja Presiden bidang Pemantapan Ideologi Pancasila nantinya bukan sekadar menjadi ornamen atau hanya menjadi etalase di lingkungan istana tetapi unit ini harus membantu presiden dalam mewujudkan program dan kebijakan pembangunan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” ujar Direktur Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo, Jakarta, Rabu (22/3/2017).
Selain itu, UKP PIP ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada kepala pemerintahan terkait kebijakan pembangunan agar on the track atau sejalan dengan cita-cita ideologi negara. Karenanya, unit kerja presiden ini tidak berhenti di kajian yang hanya bersifat indoktrinasi sebagaimana yang pernah dilakukan oleh pemerintahan orde baru di masa lalu.
Di era orde baru, Pancasila menjadi tema utama tetapi di sisi lain Pancasila ditempatkan menjadi “barang” yang dikeramatkan dan bahkan menjadi alat untuk membungkam suara kritis masyarakat. Di era rezim orde baru, Pancasila memang menjadi “barang mewah” yang ditempatkan dalam etalase yang dibingkai dengan aksesoris yang sangat indah tetapi pada saat yang sama, Pancasila telah kehilangan ruhnya karena pada praktiknya, berbagai kebijakan yang melahirkan penghisapan sumber daya alam yang disebabkan lahirnya UU No.1 Th. 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan sejumlah kasus korupsi-kolusi-nepotisme, serta kasus pelanggaran HAM dan demokrasi telah terjadi.
“Oleh karena itu, Unit Kerja Presiden Bidang Pemantapan Ideologi Pancasila yang akan dibentuk perlu membuat pola dan pendekatan yang tepat. Jangan sampai terjebak seperti di masa orde baru,” parparnya.
Gagasan pembentukan Unit Kerja Presiden Bidang Pemantapan Ideologi Pancasila ini layak mendapat apresiasi sejauh tujuan dibentuknya unit.
“Saya pribadi menyambut sangat antusias wacana tersebut. Tetapi ada beberapa catatan penting sebagai masukan kepada Presiden Joko Widodo dalam membentuk Unit Kerja Presiden Bidang Pemantapan Ideologi Pancasila, yaitu; pertama, tujuan dibentuknya unit kerja presiden ini adalah untuk memastikan seluruh kebijakan pembangunan on the track dengan ideologi negara yakni Pancasila.
Oleh karena itu, presiden dapat menugaskan unit kerja tersebut untuk membuat parameter penilaian atas rencana kebijakan pembangunan di segala bidang apakah kebijakan tersebut sudah sesuai dengan nilai nilai Pancasila. Unit Kerja Presiden juga dapat memmberikan masukan kepada presiden tentang evaluasi kebijakan yang sedang dilaksanakan.
Kedua, lanjutnya, tujuan dibentuknya Unit Kerja Presiden Bidang Pemantapan Ideologi Pancasila ini diharapkan benar-benar bermaksud untuk mempraktikkan Pancasila sebagai “meja statis” yaitu mempertahankan nilai nilai ideologi Pancasila yang digali dari bumi Indonesia yang dapat menyatukan seluruh elemen bangsa dan sekaligus mempraktikkan Pancasila sebagai “leitstar dinamis” yaitu bintang pimpinan untuk menuntun arah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketiga, keberadaan Unit Kerja Presiden diharapkan tidak sekadar indoktrinasi dan hanya menjadi etalase. Keempat, unit kerja presiden ini benar benar dilandasi spirit untuk mewujudkan Pancasila dalam agenda the working of ideology.
Namun demikian, karena ini masalah fundamental maka lembaga yang akan dibuat sebaiknya bersifat permanen dan melembaga sehingga memiliki jangkauan yang luas.
“Strukturnya bisa berbentuk Badan setingkat kementerian. Dengan begitu maka lembaga tersebut memiliki posisi yang kuat. Selain itu, perlu dikukuhkan siapapun pemimpin pemerintahannya, lembaga tersebut tetap ada dan berfungsi secara permanen,” pungkas Karyono.