Pemblokiran 19 situs yang terindikasi radikalisme oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan Masyarakat. Langkah tersebut diambil berdasar pada masukan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Permintaan pemblokiran itu tentu ada alasannya. BNPT memastikan bahwa pihaknya telah melakukan investigasi dan kajian mendalam terhadap situs-situs tersebut sejak tahun 2012. Hasilnya, situs-situs bernuansa radikal tersebut dipastikan berbahaya bagi keamanan nasional Indonesia karena isinya cenderung mengajarkan kekerasan dengan cara memaksakan kehendak atas nama agama.
Berdasarkan hasil investigasi itu pula disimpulkan bahwa pola penyebaran paham radikal kini terkonsentrasi pada teknologi berbasis jaringan Internet. Gagasan radikal itu disebar lewat sejumlah situs, blog, maupun media sosial lainnya. Cara ini merupakan cara paling murah dan mampu menyebarkan secara efektif dalam jangkauan luas.
Para tokoh agama dan ulama telah banyak memberikan saran positif terkait hal ini. Salah satu usulan positif yang diajukan adalah membatasi penyebaran gagasan radikal di dunia maya. Mereka khawatir jika hal ini dibiarkan, Indonesia akan masuk jerat aksi terorisme di masa datang. Mengingat radikallisme merupakan salah satu akar dari aksi terorisme.
Tudingan yang menyebut BNPT phobia terhadap Islam tidak perlu terlalu dirisaukan, meskipun kelompok pembela situs radikal menggalang opini publik bahwa mereka adalah situs Islami. Mereka mengklaim apa yang ada di dalam situs tersebut merupakan bagian dakwah dan anjuran kebaikan. Meskipun faktanya tidak semanis itu.
Yang terjadi justru sebaliknya. Situs-situs mereka justru mengajarkan dan menganjurkan radikalisme. Tentu saja hal ini bertentangan dengan pandangan ajaran Islam yang disampaikan sejumlah tokoh besar umat Islam Indonesia. Sejumlah ulama tersebut secara tegas menyatakan Islam itu berwajah damai dan melarang perbuatan radikalisme. Dengan demikian situs radikal itu tak layak lagi disebut sebagai situs Islami!
Sekedar perbandingan, situs Islami yang memang menyajikan konten dakwah yang damai dan bermanfaat bagi pembaca jumlahnya lebih banyak dari situs yang diblokir. Situs yang dikelola Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat Muhammadiyah, MUI, pondok-pondok pesantren, ataupun situs yang dikelola perorangan seperti Ustadz Yusuf Mansyur, dan sebagainya tetap bisa diakses dan tidak perlu dikhawatirkan karena memang isinya penuh dengan ajakan kebaikan.
Oleh karena itu, respon berlebihan atas pemblokiran sejumlah situs radikalisme dengan tuduhan Islamophobia, tidak beralasan sama sekali. Sebab, masih sangat banyak situs Islami lain yang diminati untuk dikunjungi bukan hanya oleh kalangan Muslim, tetapi juga penganut agama lain, dan tidak menampilkan radikalisme agama.
Selain pemblokiran situs yang mengandung konten radikalisme, pendidikan bagi masyarakat untuk mencari informasi dari situs non radikalisme merupakan upaya yang tak kalah penting. Sebab, pada dasarnya ada banyak situs dengan informasi yang baik dan berguna, namun kurang mendapatkan perhatian.
Hambatan dan tantangan dalam mengatasi penyebaran informasi negatif melalui media internet akan menjadi pekerjaan serius. Apalagi teknologi ini kini telah berkembang pesat dan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Untuk itu semua komponen masyarakat perlul bekerjasama memilah dan mimilih segala bentuk informasi yang membahayakan untuk kehidupan kita di masa depan.