Tika Bisono berpendapat, remaja Indonesia perlu dibekali pendidikan yang tepat yang sangat berpengaruh terhadap character building mereka, khusus terkait masalah aksi terorisme di Indonesia.
“Selain menjadi tugas orangtua, seharusnya negara juga berkewajiban melakukan character buildinguntuk generasi muda ini” ujar psikolog kenamaan ini, dalam sebuah diskusi buatan Lazuardi Birru yang bertajuk “Generasi Muda & Terorisme”, belum lama ini, di Museum Keprajuritan, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.
Diskusi yang juga melibatkan OI (Orang Indonesia) –komunitas penggemar Iwan Fals–, selain Tika, juga menghadirkan beberapa narasumber seperti Adang Daradjatun, Surya Dharma, Jumhur Hidayat, dan Al Haidar. Ajang ini diklaim sebagai gelaran dengar-pendapat para pakar dan mendengar orang muda bicara tentang generasi muda dan aksi terorisme yang marak terjadi belakangan ini.
Nah, perbincangan masalah terorisme tersebut, justru menarik minat Tika untuk berkomentar tentang masa-masa remaja, yang menurutnya berada pada tahap “selalu mencari identitas diri”. Masa-masa ini pula, kadang remaja berada dalam posisi labil, yang diprediksi bakal berlanjut pada pilihan hidupnya nanti. “Bekal pendidikan di lingkungannya sangat berpengaruh,” ujarnya.
Sementara, Surya Dharma, bekas kepala Detasemen Khusus 88 mengatakan, sudah saatnya bangsa Indonesia mawas diri, untuk menghindarkan generasi muda dari pengaruh radikalisasi dengan upaya deradikalisasi. “Tindakan represif semata-mata tak akan efektif menangkal tumbuh dan berkembangnya terorisme, baik di Indonesia maupun secara Internasional” paparnya.
Menilik pada data yang dirangkum Lazuardi Birru, terorisme merupakan bentuk kekerasan yang paling mengemuka di Indonesia, yang dilakukan fundamentalis Islam dalam konteks global Islam versus Barat. “Meski semua pemuka agama mengatakan bahwa setiap ajaran agama menolak dan melarang kekerasan, kenyataannya aksi-aksi kekerasan ini masih terus berlangsung,” demikian pernyataan Lazuardi Birru.
“Korban kekerasan aksi terorisme dikalangan sipil cukup banyak. Bahkan sebagian besar korban dialami oleh individu atau kelompok masyarakat yang awam terhadap masalah yang menjadi sumber konfliknya. Selain itu, pelaku kekerasan yang terungkap, misalnya dalam berbagai kasus bom bunuh diri adalah orang-orang berusia muda yang masih buta terhadap konstelasi konflik dan merupakan generasi penerus bangsa.”
Dhyah Madya Ruth, Ketua Lazuardi Birru mengatakan, pihaknya sangat prihatin dengan kenyataan bahwa generasi muda menjadi target rekrutan teroris, dalam menjalankan aksinya. “Ini persoalan kita semua dan diperlukan upaya yang sangat serius untuk membendung tindak kekerasan yang terus terjadi,” ujarnya.
“Untuk itu perlu adanya gerakan pemahaman budaya damai dan menolak segala tindak kekerasan dalam berbagai bentuk, dengan memelopori forum-forum dialog interaktif, agar para usia muda dapat terhindar dari paham terorisme ini” tambah wanita yang juga pernah aktif di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta ini.
Namun, apa, bagaimana, dan motivasi, dari para generasi muda bisa menjadi pelaku terorisme hingga mengorbankan dirinya, hingga kini masih terus menjadi pertanyaan. [EL]
sumber: gatra