KALTIM jadi jalur penting bagi teroris. Provinsi ini adalah jalan masuk sebagian besar bahan peledak yang dibawa pelaku teror dari luar negeri. Bahan peledak lantas didistribusikan ke sejumlah daerah, seperti Jawa dan Sulawesi.
Kaltim diketahui berbatasan darat dengan Malaysia dan laut dengan Filipina. Hampir 75 persen material peledak di negeri ini didatangkan dari Filipina melalui Benua Etam! Fakta ini dibeber Ali Fauzi, mantan anggota Jemaah Islamiyah (JI) di Gedung Biru Kaltim Post, Balikpapan, kemarin (25/4).
Ali Fauzi yang merupakan “pelaku sejarah” mendampingi kunjungan Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyad Mbai; didampingi Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi, BNPT, Agus Surya Bakti; korban bom Hotel JW Marriott Jilid II, Max Boon; dan sejumlah jajaran pengurus BNPT. Rombongan ini disambut Direktur Kaltim Post Tatang Setyawan, Direktur Balikpapan TV (BTV) Sugito, Manajer Pemasaran Ahmad Dardiri, dan Manajer Redaksi Faroq Zamzami.
Ali mengatakan, membuat bom sangat mudah. Siapapun bisa mempelajari dan merakit bom. Terlebih mencari material atau bahan bom juga tak sulit.
Kata dia, Kaltim dijadikan jalur distribusi bahan peledak karena pengawasan di daerah perbatasan daerah ini masih relatif lemah. Selain pengawasan yang lemah, kata dia, jalur laut Kaltim juga sangat memudahkan pelayar dari Filipina ke Pulau Borneo. Sebagian besar dari mereka lebih memilih melalui Kaltim ketimbang Pulau Sulawesi. Sekitar 25 persennya, distribusi bahan peledak dari Filipina melalui Sulawesi dan daerah lainnya.
“Dulu saya sering bawa detonator dan senjata melalui Kaltim. Barang itu dikirim dari Filipina,” ucapnya, mengenang.
Pria yang kini menjadi dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah, Lamongan, ini mengatakan, mengingat Kaltim merupakan jalur utama distribusi bahan peledak, maka radikalisme di provinsi ini hingga sekarang terus berjalan. Banyak calon maupun terorisme yang bersembunyi di daerah ini. Hanya, keberadaannya belum terendus.
Setelah didistribusikan bahan peledak melalui Kaltim, material itu dibawa ke Pulau Jawa untuk dirakit. “Di Kaltim belum ada perakitan bom,” sebutnya. Sejumlah material bom yang dikirim melalui Kaltim ini di antaranya, TNT, dan detonating cord.
Senada, Ansyad Mbai mengakui, jika Kaltim merupakan daerah potensial di mana sebagai sarang teroris. Itu karena, Benua Etam menjadi jalur utama dalam pendistribusian material bom melalui Filipina. Kaltim dianggap wilayah yang sangat dekat dari Filipina.
Melihat itu, pencegahan teroris kini terus digalakkan. Yakni, dengan pengamanan perbatasan harus diperketat dan itu salah satu misi BNPT. “Memang ada kelemahan pada manajemen pengawasan di daerah perbatasan. Ini yang memudahkan material bom masuk ke Kaltim,” katanya.
Sejumlah teroris memanfaatkan strategisnya wilayah Kaltim dan pengawasan yang lemah, sebagai pintu gerbang pendistribusian bahan bom. Selama ini sebagian besar bahan peledak didistribusikan melalui Sabah (Malaysia), Nunukan lalu ke Pulau Sulawesi dan terakhir ke Jawa lokasi perakitan bom.
Sebagai upaya mencegah terorisme di Kaltim, BNPT membentuk Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT). Forum ini nantinya berfungsi untuk mencegah ideologi radikal. Kelompok yang mengedepankan asas ideologi radikal, maka itu harus segera dinetralisasi.
“Sekalipun kelompok radikal ini menggunakan jalur agama, maka pendekatan kami juga melalui tokoh-tokoh agama,” jelasnya.
Mbai mengatakan, sejak dibentuk BNPT pada 2010 sudah 800-an teroris yang ditangkap dan 80-an orang yang ditembak mati.
Menurutnya, sebagian besar teroris muslim. Namun entah mengapa, mereka menyimpan kebencian pada UUD 1945 yang berasaskan Pancasila. Bahkan mereka menganggap UUD ini adalah kafir. “Padahal saya ini Islam. Islam itu tidak radikal dan tak mengajarkan bahwa penganut Pancasila itu kafir,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, jika ajaran Islam yang benar itu melakukan jihad dengan cara mengebom dan menimbulkan korban jiwa yang besar, apakah Nabi pernah demikian? Orang yang tak berdosa ikut menjadi korban pengeboman. Mereka yang menyebut, jihad dengan meniru zaman jalan Rasul, tapi itu sangat bertolak belakang dengan cara yang dilakukan. Ada juga teroris yang memeras dan merusak tempat hiburan malam. “Apakah Nabi demikian?” tuturnya.
Mantan anggota Polri ini meminta kepada semua pihak untuk bersama menetralisasi paham-paham Islamiyah yang dinilai menyesatkan. “Kami perlu dukungan dari semua media di Kaltim untuk menyukseskan cara itu (netralisasi),” pintanya.
Mbai mengaku, ada yang aneh pada aturan di Indonesia dalam penanganan kasus terorisme. Di Indonesia ketika tim Densus 88 menembak pelaku teroris, ada pihak yang menyebut cara itu melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“Itu ‘kan aneh. Masa’ mau menangkap teroris harus pakai peluk atau cium pipi kiri dan kanan. Ya, petugas mati duluan ditembak. Masih mending ditembak, kalau mereka (teroris) meledakkan bom, lebih banyak lagi korban jiwanya,” jelas dia.
Di berbagai negara besar di dunia, salah satunya Amerika Serikat, bahkan sudah memberlakukan tembak mati bagi teroris. Seperti baru-baru ini kasus pengeboman maraton di Boston. Menembak mati teroris itu tidak melanggar HAM. Namun alangkah lebih baiknya, jika mencegah dari awal, daripada menindak. Dan mereka yang memberi ajaran Islam yang sesat itu sudah sepantasnya disebut kriminal. (rom/far/zal/k1)
sumber; kaltim post