KemenPPA Susun Pedoman Perlindungan Anak Korban Terorisme

Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat sebanyak, 1.800 anak dari 500 orang pelaku tindak terorisme di Indonesia membutuhkan perlindungan dalam bentuk pembinaan, pendampingan, dan pemulihan.

Menyikapi data ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sudah menyusun Pedoman Perlindungan Anak Korban Jaringan Terorisme.

Pedoman tersebut menjadi acuan bagi kementerian/lembaga, pemerintah daerah atau lembaga yang dibentuk masyarakat untuk memberikan perlindungan anak dari radikalisme dan tindak pidana terorisme.

Anak yang dimaksud dari pedoman ini adalah anak korban terorisme, anak pelaku, anak dari pelaku, dan anak saksi aksi terorisme.

Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum dan Stigmatisasi KemenPPPA, Hasan mengatakan, cara pencegahan agar anak tidak terpengaruh radikalisme dan tidak terlibat dalam tindak pidana terorisme bisa dilakukan dengan memetakan lokasi yang anak dapat terpengaruh.

Kemudian materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) tentang perlindungan anak dari radikalisme dan tindak pidana terorisme, serta menyebarluaskan KIE tentang bahaya terorisme.

Baca juga : Militer AS Perkirakan 2.000 Militan ISIS Masih Bertahan di Suriah

“Anak juga harus diberikan pembinaan yang terdiri dari edukasi melalui pendidikan ideologi dan nilai-nilai nasionalisme, rehabilitasi sosial dan pendampingan sosial serta konseling tentang bahaya terorisme,” kata Hasan di Jakarta, Jumat (7/12).

Dituturkannya, terorisme adalah bentuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dan pelanggaran berat hak asasi manusia yang dilakukan secara terorganisasi, baik di dalam maupun luar negeri.

Hal ini, lanjutnya,  memunculkan ketakutan, membahayakan keamanan, kenyamanan serta menimbulkan kerugian. Bahkan juga sangat berpotensi membuat anak harus berhadapan dengan hukum dan bisa mengganggu tumbuh kembang anak tersebut.

“Pencegahan itu semua menjadi tanggung jawab, masyarakat, orangtua, dan pemerintah. Jangan malah justru orangtua yang mengajarkan anak paham radikal dan diajak melakukan tindak pidana terorisme,” pungkasnya.