Hajin – Setahun setelah kalah bertempur dengan pasukan koalisi yang didukung Amerika Serikat (AS) di Irak dan Suriah, kelompok teroris Islamic State (ISIS) diketahui masih berusaha keras mempertahankan kantung terakhir kekuatannya di bagian timur Suriah.
Militer Amerika memperkirakan masih ada sekitar 2.000 militan ISIS di benteng terakhir mereka di Suriah. Mereka menduduki wilayah kecil yang dihuni sekitar 15.000 orang, termasuk keluarga pemberontak ISIS.
Sementara di Hajin, salah satu sudut negara Suriah yang berbatasan dengan Irak, militan-militan ISIS yang terdesak terus melakukan perlawanan keras dan menewaskan ratusan orang. Sembari itu, ISIS juga menyebarluaskan video-video pemenggalan kepala orang-orang yang mereka sandera sebagai bentuk propaganda mengerikan.
Pertempuran di Hajin yang telah berlangsung selama tiga bulan itu menunjukkan sulitnya merontokkan dan mengusir ISIS dari wilayah tersebut. Dan di Irak, kini juga mulai ada kekhawatiran kelompok itu bakal bangkit lagi.
Sel-sel tidur ISIS yang baru-baru ini melancarkan sejumlah serangan berdarah terhadap pasukan keamanan, menculik dan membunuh warga sipil di empat provinsi di bagian utara dan tengah Irak, daerah yang pernah jadi bagian dari kekhalifahan kelompok itu.
Baca juga : Lewat Dialog Lintas Agama, Bahrain Lawan Ekstremisme Dan Terorisme Global
Seorang pejabat intelijen senior Irak kepada Associated Press dan dikutip VOA, Minggu (9/12) mengatakan, “Masih ada bahaya besar di Irak dan Suriah, khususnya di daerah-daerah di dekat perbatasan.’’
Ia berbicara tanpa menyebut identitasnya karena tidak berwenang memberi keterangan kepada media.
Menurutnya ISIS kehilangan pendapatan utamanya dari minyak dan pajak yang diberlakukan di daerah-daerah yang dikuasainya. Kelompok itu kini mengandalkan pada penjualan emas dan benda berharga lain yang mereka dapatkan setelah menyatakan kekhalifahan pada Juni 2014. Ditambahkannya, uang itu digunakan untuk membeli senjata api dan membiayai serangan di Irak dan Suriah.
Seorang pejabat intelijen Irak lainya mengatakan ISIS telah mulai merestrukturisasi komandonya dan setelah sebagian besar pemimpinnya tewas di tangan pasukan koalisi, mereka kini lebih mengandalkan pada komandan yang bukan berasal dari Irak.
Kelompok ISIS pernah menguasai wilayah seluas Inggris, yang mencakup sebagian Irak dan Suriah, yang disebut sebagai kekhalifahan. Ketika berkuasa, ISIS merencanakan serangan internasional dari markas besarnya di kota Raqqa, Suriah.
Pasukan lokal kedua negara yang didukung koalisi pimpinan Amerika akhirnya berhasil mengusir kelompok itu dari hampir seluruh daerah yang pernah mereka kuasai.
Perdana Menteri Irak, Haider Al-Abadi mengumumkan kemenangan atas kelompok itu pada 9 Desember 2017. Dua bulan sebelumnya, pasukan koalisi bekerjasama dengan Pasukan Demokratis Suriah SDF yang didominasi Kurdi, membebaskan Raqqa setelah serangkaian pemboman yang menghancurkan sebagian kota itu.