Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar menegaskan, Indonesia masih membutuhkan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Menurutnya, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo siap membubarkan satuan berlambang burung hantu itu jika ada yang bisa menjamin teroris tidak akan beraksi lagi di Indonesia.
“Kalau ada yang menjamin di negara ini tidak ada teroris lagi, Kapolri siap membubarkan Densus,” ujar Boy dalam diskusi “Wacana Pembubaran Densus 88,” di kantor Komisi Hukum Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2013).
Wacana pembubaran Densus 88 ini awalnya muncul setelah beredar video kekerasan yang diduga dilakukan oleh anggota Densus 88. Namun, Polri memastikan, pelaku kekerasan pada video tersebut bukanlah anggota Densus 88, melainkan satuan tugas kepolisian di Poso, Sulawesi Tengah.
Terkait kasus penganiayaan lainnya di Poso, Polri mengaku telah menindak puluhan anggotanya yang terlibat. Boy mengatakan, jika tuduhan terhadap Densus 88 terbukti, maka langkah penegakan hukum harus dinomorsatukan dan bukan wacana pembubaran yang diserukan. Bubarnya Densus 88, menurutnya, hanya akan menguntungkan pelaku kejahatan terorisme.
“Kalau ada tuduhan, lakukan langkah sesuai prosedur, apakah anggota kita melanggar hukum atau tidak. Tapi jangan Densus 88, seolah-olah melakukan kekerasan, sampai dibubarkan. Yang senang pelaku kekerasan,” katanya.
Hal senada dikatakan anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari. Menurutnya, satuan Densus 88 masih sangat diperlukan. Pelanggaran prosedur terhadap penanganan pelaku tindak pidana terorisme tidak bisa menjadi alasan untuk membubarkan satuan tersebut. “Kalau pelanggaran SOP, mari kita tangani. Jangan membakar rumah semuanya karena tidak bisa tangkap tikus,” kata Eva melalui sambungan telepon.
Sekretaris Komisi Hukum Nasional Mardjono Reksodiputro juga mengatakan, Densus 88 tidak perlu dibubarkan, tetapi diawasi dan dievaluasi terus. “Tidak perlu dibubarkan, tetapi itu menjadi kritikan yang keras bagi Densus 88,” katanya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai, melalui sambungan telepon, mengatakan bahwa Densus 88 dibentuk karena satuan biasa tidak dapat menghadapi aksi teroris yang masuk dalam kategori kejahatan kriminal luar biasa atau extraordinary crime.
“Dibentuknya Densus 88 karena satuan reguler tidak cukup menghadapi extraordinary crime. Tidak mungkin dilaksanakan dengan satuan reguler,” terangnya.
Densus 88 selama ini bekerja dengan memantau pergerakan jaringan terorisme. Hal itu dilakukan untuk mencegah aksi teror seperti peledakan bom. Penangkapan pun baru dapat dilakukan jika ada indikasi kuat orang tersebut terlibat aksi teror.
sumber: kompas online