BOGOR (Suara Karya): Aparat keamanan diminta “menyikat” peredaran senjata ilegal masuk ke Indonesia. “Itu kan lubang masuknya senjata di negara kita banyak.
Jadi kita tidak bisa berdiri sendiri,” kata Dirjen Pencegahan dan Penindakan Teroris Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen TNI (Mar) Verry Kunto, usai menghadiri Persiapan Latihan bersama Penanggulangan Teroris di Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian. (PMPP) TNI Sentul, Bogor, Jawa Barat, Selasa (3/9).
Menurut dia, perlu kerja sama yang baik diantara aparat untuk menghilangkan kegiatan semacam itu. “Kami sudah memberikan pemahaman kepada para aparat daerah tentang hal ini, terutama peredaran senjata ilegal terhadap teroris karena terorisme musuh semua negara. Harus ada peran kerja sama yang kuat,” ujarnya.
Ia menambahkan, BNPT juga sudah ada kerja sama dengan pihak asing seperti Thailand untuk sharing dan berbagi pengalaman terkait peredaran senjata ilegal.
“Kita perlu sharing dan berbagi pemahaman juga dengan asing agar peredaran senjata ilegal dari luar bisa dicegah,” ujarnya.
Terkait permintaan Front Pembela Islam (FPI) agar BNPT dibubarkan, kata dia, pihak yang meminta BNPT dibubarkan tak mengerti tugas dan kewenangan dari BNPT. “Sehingga mereka beranggapan keberadaan BNPT jadi gangguan bagi mereka,” katanya.
Verry menuturkan pihaknya hanya menjalankan tugas dan kewajibannya menurut keputusan presiden yang sudah diamanatkan. “BNPT dalam penanggulangan teroris berada dilevel policy. Ini sesuai Kepres tahun 2012 dan 2010 BNPT sebagai badan resmi pelaksanan penanggulangan teroris. Selama ini, kita bersama-sama TNI berkoordinasi untuk penanggulangan teroris,” katanya.
Penanggulangan Terorisme
Di tempat yang sama, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pasukan TNI siap membantu aparat Kepolisian RI dalam menanggulangi ancaman terorisme yang terjadi di Indonesia.
“TNI memiliki pasukan khusus yang mampu dalam menanggulangi terorisme. TNI AD memiliki Dansat-81 Gultor Kopassus, TNI AL memiliki Denjaka dan TNI AU memiliki Denbravo Paskhas,” kata Menhan.
CTE merupakan bagian dari Asean Defence Minister’s Meeting (ADMM-Plus) di Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI atau Indonesia Peace and Security Center Sentul, Bogor.Menurut dia, TNI siap membantu manakala penanganan terorisme itu diluar kemampuan aparat kepolisian.
“Hal penting ada pembagian tugas antara TNI dan Polri. Ada ranah-ranah batas lingkup ‘publik track’, yang ancamannya keamanan publik,” katanya.
Ia menjelaskan, dalam UU TNI No 34/2004 diatur tugas pokok TNI, yang salah satunya melakukan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam OMSP itu, TNI juga bisa melakukan penanggulangan terorisme.
“Aturannya sudah ada, cuman tinggal kebijakannya saja. Sambil menunggu kebijakan yang dikeluarkan, TNI harus terus berlatih dalam penanggulangan terorisme ini. Jadi, ketika diminta bantuannya, TNI sudah siap,” kata Purnomo.
Menhan meminta agar masyarakat tidak mengkotak-kotakkan ranah aparat untuk keamanan negara. “Jangan ada kotak-kotak. Sudah ada tugas masing-masing, semua untuk keamanan Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, Danjen Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD Mayjen TNI Agus Sutomo, mengatakan, pasukannya yang berada di Dansat 81 Kopassus memiliki kapasitas dan kemampuan dalam menanggulangi aksi terorisme. “Pasukan kami memiliki kemampuan menanggulangi terorisme. Kami siap 24 jam, bila suatu saat dibutuhkan. Namun tinggal menunggu kebijakannya saja,” katanya.
Menurut dia, Kopassus memiliki kemampuan untuk menangkal aksi terorisme di darat, laut maupun di udara. “Kami juga punya partner Denjaka (Marinir-AL) dan Denbravo (Paskhas-AU) untuk membantu menanggulangi hal itu. Kami sudah siap, tinggal kebijakannya,” ujarnya. (Feber S/Ant/Kartoyo DS)
sumber: suarakaryaonline