Muaro Jambi – Setelah mengungkap empat Aparatur Sipi Negara (ASN)
terpapar jaringan Negara Islam Indonesia (NII) di Kabupaten Tebo, kini
Densus 88 Antiteror Mabes Polri kembali mengungkap dua ASN di
Kabupaten Muaro Jambi terpapar jaringan Al Zaytun.
Densus 88 langsung mendatangi dua kantor Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) di Kabupaten Muaro Jambi. Kedatangan Densus 88 ini bertujuan
untuk meminta keterangan dari dua Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
diduga terlibat dalam organisasi terlarang.
Kemas Azim Ismail, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
(Kesbangpol) Kabupaten Muaro Jambi, mengonfirmasi operasi tersebut.
“Densus 88 sudah turun langsung ke tempat kita. Mereka mendatangi
langsung ke tempat Dinas Dua orang tersebut bekerja dan menemui Kepala
Dinasnya,” jelas Kemas.
Dua ASN tersebut bekerja di Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan
Kabupaten Muaro Jambi. Menurut informasi yang dihimpun, mereka
terafiliasi dengan organisasi Negara Islam Indonesia (NII) yang
dipimpin oleh Panji Gumilang, Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaitun.
“Saya mempertanyakan kepada Densus 88 terkait organisasi terlarang
itu, karena NII belum terdaftar di keputusan Presiden. Yang masuk
peraturan Presiden adalah HTI dan FPI. Ketika saya menanyakan kenapa
NII ini dicari-cari, mereka bilang karena sudah ada putusan dari
pengadilan, hanya saja belum masuk dalam keputusan Presiden tentang
organisasi terlarang tersebut,” ujar Kemas.
Kesbangpol Muaro Jambi telah menemui salah satu dari dua ASN tersebut,
seorang ibu yang bertugas di Dinas Kesehatan. Menurut Kemas, ASN
tersebut mengakui bahwa anaknya memang bersekolah di Pesantren Al
Zaitun. Namun, ia menyangkal terlibat dalam kegiatan NII.
“Saya tanya ada tidak nyumbang untuk kegiatan NII? Ibu itu mengaku
tidak ada, dia hanya mengirimkan uang untuk keperluan sekolah anaknya
dan menyumbang untuk pembangunan masjid. Itu yang dia sampaikan ke
saya,” ungkap Kemas.
Jika kedua ASN tersebut terbukti terlibat dalam organisasi terlarang,
langkah yang akan diambil adalah membai’at mereka kembali untuk setia
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika tidak mau,
sanksi terberat yang mungkin dihadapi adalah pemecatan dari status
ASN.
“Yang dilakukan Densus 88 saat ini sifatnya adalah pencegahan, bukan
langsung penindakan,” tambah Kemas.