Jakarta – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto meminta perusahaan media sosial bekerja sama dengan pemerintah dalam menanggulangi ancaman serangan terorisme.
Demikian hal tersebut disampaikan Wiranto usai pertemuan Sub-Regional Pemberantasan Terorisme yang digelar Pemerintah Indonesia dan Australia di Jakarta, Selasa (6/11/2018).
“Pertemuan itu juga membahas upaya bersama dalam menanggulangi ancaman terorisme melalui media sosial, dimana akan kita kerja samakan antara pihak-pihak swasta yang berkecimpung dalam teknologi informasi dengan pemerintah,” kata Wiranto, seperti dilansir Antaranews.com.
Pertemuan itu diikuti delegasi sembilan negara, yakni Indonesia, Australia, Brunei Darussalam, Malaysia, Myanmar, Selandia Baru, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Wiranto mengatakan, peranan perusahaan dalam penanggulangan terorisme amat diperlukan karena pelaku teror sudah menggunakan medsos sebagai sarana untuk melancarkan aksi.
Baca Juga : PBB: ISIS Tinggalkan Lebih Dari 200 Kuburan Massal di Irak
Medsos, kata Wiranto, dimanfaatkan untuk brainwash atau cuci otak dan memengaruhi seseorang agar tertarik dengan idelogi mereka. Kelompok teror juga bisa belajar merakit bom dari medsos.
Oleh sebab itu, Wiranto menuturkan, pemerintah akan membahas pemblokiran penggunaan medsos untuk kepentingan kejahatan.
“Kita bicarakan tadi dalam pertemuan, sehingga ada kesepakatan dan statement bersama bahwa working group akan mengembangkan apa yang bisa kita lakukan secara efektif. Aksi bersama untuk meredam penggunaan medsos untuk tindak kejahatan,” tuturnya.
Dalam pertemuan itu, perwakilan dari Twitter Indonesia mempresentasikan upaya memperkuat keterlibatan swata memerangi pemanfaatan medsos oleh jaringan teroris.
“Dalam presentasinya Twitter menyebut telah menutup 1,2 juta akun yang diduga terafiliasi dengan organisasi teroris dalam dua tahun terakhir,” kata Menteri Dalam Negeri Australia Peter Dutton.
Menurut Peter, Twitter dan perusahaan media sosial lain harus membangun kerja sama dengan penegak hukum dan badan intelijen, terutama untuk mengelola pesan terenkripsi yang layanannya bisa digunakan untuk perencanaan serangan teror atau tindakan kriminal serius lainnya.
Keterlibatan perusahaan media sosial dalam pemberantasan terorisme dinilai sangat penting, dengan meningkatnya aktivitas masyarakat berbagai negara di media sosial.