Jakarta – Upaya Indonesia untuk menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF) memperlihatkan hasil positif. Akhirnya, Indonesia ditetapkan sebagai observer lembaga internasional anti pencucian uang dan pendanaan terorisme yang disahkan dalam sidang pleno Financial Action Task Force-Middle East and North Africa Financial Action Task Force (FATF-MENAFATF) Joint Plenary Meeting di Paris, Perancis, 29 Juni 2018 lalu.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh lebih dari 700 peserta dari anggota FATF, MENAFATF dan organisasi international lainnya. Delegasi Indonesia diwakili oleh Kementerian Keuangan (Kemkeu), Kementerian Luar Negeri, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan bahwa pengesahan ini merupakan hasil positif dari kunjungan tingkat tinggi (high level visit) delegasi FATF ke Jakarta pada Mei 2018 yang dipimpin secara langsung oleh Presiden FATF.
Dalam kunjungan tersebut, delegasi HLV FATF bertemu dengan berbagai pimpinan tinggi K/L terkait di Indonesia yang menangani isu rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT), yang mana sejumlah pejabat tinggi telah menunjukkan komitmennya terhadap usaha Indonesia dalam memenuhi standar internasional 40 FATF Recommendations.
“Hal ini menandai pengakuan dunia internasional terhadap peran strategis Indonesia dalam mencegah dan memberantas kejahatan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan proliferasi senjata pemusnah massal,” ujar Kiagus, seperti dikutip Bisnis.com, Senin (2/7/2018).
Diresmikannya Indonesia menjadi observer FATF memiliki arti penting, mengingat FATF adalah suatu forum kerjasama antar negara yang bertujuan menetapkan standar global rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta hal-hal lain yang mengancam sistem keuangan internasional