Jakarta – Melewati kwartal pertama Tahun Politik 2018, kondisi perpolitikan di Indonesia makin terasa panas. Kelompok parpol yang mendukung pemerintah dengan kelompok oposisi hampir setiap hari beradu argumen, baik di ruang nyata maupun maya.
Semuanya merasa benar. Tak ada yang merasa salah. Dampaknya, opini dan keyakinan masyarakat di akar rumput pun terbelah. Sampai-sampai belahan itu bisa merembet ke acara santai bernama Car Free Day (CFD).
“Inilah yang kita sesalkan. Semua pihak yang terlibat beragumentasi dan beropini tak ada yang merasa bersalah. Justru merasa paling benar dan paling bertanggungjawab terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat,” ungkap Ketua Umum LSM Forum Komunikasi Masyarakat untuk Transparansi (FORSI), Berman Nainggolan Lumbanraja kepada damailahindonesiaku.com, Kamis (3/5) sore.
“Sangat kita khawatirkan jika tak segera diantisipasi dari sekarang akan berpotensi muncul efek domino yang terus berlanjut hingga usai Pemilu dan Pilpres,” tukasnya lagi.
Menurut Berman, pola kondisi Tahun Politik sekarang kental terindikasi memainkan strategi membenturkan dan mengadu domba antarkelompok di masyarakat. Tujuannya untuk melahirkan permusuhan antar-anak bangsa, antar kalangan ulama dengan nasionalis demi kepentingan merebut kekuasaan di Republik ini.
“Sejujurnya sifat tamak dan serakah terhadap kekuasaan sudah sering muncul saat ini. Agar memunculkan permusuhan yang membuat keadaan Indonesia terasa darurat menjelang Pilpres 2019,” Berman menegaskan.
“Suhu politik tambah panas karena dibakar oleh politisi tua maupun muda yang sama-sama ingin menjadi penguasa. Sampai-sampai saat berpikir cerdas kita tak tahu lagi perbedaan seorang negarawan dan politisi.”
“Padahal hakikinya seorang politisi itu cuma memikirkan siapa yang maju dan duduk menjadi penguasa. Meski hiasannya ucapan-ucapan manis demi kepentingan bangsa dan kepentingan rakyat,” lanjutnya.
Secara pribadi, kata Berman, dirinya sama sekali tak tak ingin menyoalkan semua itu. Namun sebagai seorang anak bangsa yang menyintai perdamaian, kondisi sosial politik yang berkembang di Indonesia saat ini sedikit banyak sudah membuatnya prihatin.
“Saya tak mau mengomentari panasnya adu argumen pintar dari para pihak terhadap kondisi sosial, ekonomi, politik dan pemerintahan bangsa ini,” cetus Berman.
“Saya cuma prihatin dengan akibatnya yang berpotensi besar memecah belah persatuan rakyat negeri ini. Antar-saudara sekandung pun bisa jadi bertikai sebagai dampaknya,” demikian tutupnya.