Sel-Sel Teroris di Indonesia Masih Terus Bergerak Lakukan Perekrutan
dan Propaganda

Jakarta – Sel-sel teroris di Indonesia seperti dari kelompok Jamah
Ansarud Daulah (JAD), Jamaah Islamiyah (JI), dan Negara Islam
Indonesia (NII) yang berkiblat kepada ISIS maupun Al Qaeda masih terus
bergerak dan melakukan konsolidasi lewat perekrutan dan propaganda.
Peningkatan ketegangan di sejumlah kawasan, seperti di Indo Pasifik,
Timur Tengah, dan Eropa ikut menimbulkan dampak ke Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Prof. Dr. H. Mohammed Rycko Amelda
Dahniel, MSi, dalam rapat kerja dengan Komisi III Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), pada Kamis (27/6/2024 pekan lalu). Sel-sel yang
dimaksudnya adalah sel Jamah Ansarud Daulah (JAD), Jamaah Islamiyah
(JI), dan Negara Islam Indonesia (NII) yang berkiblat kepada ISIS
(Negara Islam Irak dan Suriah) maupun Al Qaeda.

Rycko menyampaikan rasa syukurnya karena berkat penegakan hukum yang
masif dan efektif oleh Densus 88 Polri – yang dibantu TNI – sepanjang
tahun 2023 hingga pertengahan tahun ini tidak ada serangan teroris di
Indonesia.

Dalam Indeks Terorisme Global (ITG), Indonesia menduduki posisi ke-24
pada 2022 dan menjadi ke-31 tahun 2023 ini. Sebelumnya pada 2020
Indonesia menempati peringkat ke-37, 2019 di posisi ke-34, 2017 dan
2018 posisi ke-42. Tapi Rycko mengingatkan untuk tidak lengah dan
cepat puas.

“Hasil analisis kami di BNPT, apa yang terjadi saat ini adalah suatu
fenomena yang muncul di atas permukaan dalam teori gunung es. Kiyta
harus tetap waspada, kita tidak boleh pengah. ternyataan di bawah
permukaan proses radikalisasi dan penguatan sel-sel teror ini masih
terus berjalan,” katanya.

Ditambahkannya, ada tiga indikator yang menunjukkan sel-sel teror di
Indonesia melakukan konsolidasi, yakni meski tidak ada serangan
terorisme, tapi jumlah tersangka teroris yang ditangkap dan senjata
api atau senjata tajam yang disita jauh lebih banyak. Ia juga
menyampaikan indikasi semakin masifnya pengumpulan dana masyarakat
dengan memanfaatkan berbagai momentum dan menggunakan beragam cara
oleh sel-sel teror.

Indikator ketiga adalah meningkatnya proses radikalisasi. Berdasarkan
hasil penelitian BNPT, lanjut Rycko, sejak tahun 2016 telah terjadi
peningkatan radikalisasi di kalangan remaja, anak-anak, dan perempuan.
Walau kenaikan hanya satu digit tapi jika dikalikan dengan jumlah
generasi muda di Indonesia, maka angkanya sangat besar.

Menurutnya, yang menarik perempuan, remaja, dan anak-anak menjadi
target tertinggi proses radikalisasi oleh sel-sel teror. Hal ini
dikarenakan kelompok teroris memahami bahwa mereka tidak lagi dapat
menggoyahkan Indonesia dengan serangan terbuka, seperti bom bunuh
diri.

Oleh karena itu para intelektual teroris – demikian sebutan Rycko –
melakukan radikalisasi lewat anak-anak muda. “Bahan baku”-nya adalah
menggembar-gemborkan isu intoleransi, mendikotomikan perbedaan dengan
tajam, menebalkan rasa bahwa kelompok mereka yang paling benar, dan
menganggap mereka yang tidak sepaham sebagai musuh, yang dinilai
kafir, bahkan dihalalkan darahnya.

“Jika generasi muda kita bisa tersusupi, terpapar, bisa diyakinkan
dengan ajaran intoleran saja, ini sudah sangat membahayakan Indonesia
di masa depan. (Ajaran intoleran) sangat tidak cocok dengan negara
Indonesia yang dibangun dari berbagai perbedaan,” ujarnya.

Rycko mengingatkan hal ini berpotensi menjadi bom waktu yang sangat
menghancurkan jika tidak dimonitor dan diarahkan kembali sejak
sekarang.

Dunia maya merupakan salah satu yang juga dipantau oleh BNPT. Saat ini
ada tiga strategi pencegahan yang dikerjakan bersama 48 kementerian
dan Lembaga. Pertama, ketika konten masih bertebaran dan belum diakses
oleh warga. BNPT bergerak cepat melakukan patroli siber, menghapus
konten itu, dan menyebarluaskan kontra-narasi.\

Strategi kedua, ketika konten di dunia maya sudah mulai dibaca dan
mempengaruhi cara berpikir, BNPT melakukan patroli siber, menghapus
konten, dan kontra-narasi ditambah sosialisi masif secara tatap muka
dengan kelompok rentan, yakni perempuan, anak, dan remaja lewat
sekolah damai, kampus kebangsaan, desa siap siaga.

Ketiga, ketika konten sudah mempengaruhi sikap dan tindakan warga,
BNPT memberlakukan strategi restorative strike, yaitu melakukan
penegakan hukum dan proses deradikalisasi. Dia mencobtohkan BNPT pada
tahun lalu menghapus 1.992 konten radikalisme di media sosial.