Wapres Ma’ruf Sebut Radikalisme & Islamophobia Picu Konflik Antarumat Beragama

Jakarta – Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut radikalisme dan Islamophobia dapat memicu terjadinya konflik antarumat beragama di suatu negara, sehingga Pemerintah berupaya meningkatkan kerukunan di kalangan masyarakat.

“Jadi, kelompok dari Islam kita ingin jangan ada lagi radikalisme di kalangan Islam, tapi juga jangan ada lagi Islamophobia seperti yang berkembang di Barat. Ini potensi-potensi konflik,” kata Wapres Ma’ruf usai menghadiri The 3rd International Islamic Healthcare Conference and Expo (IHEX) 2020 di JCC Senayan Jakarta, dikutip Antara, Sabtu (29/2).

Untuk menghindari terjadinya konflik antarumat beragama, Ma’ruf Amin mengatakan perlu ditingkatkan lagi penyebarluasan narasi-narasi kerukunan dari berbagai tokoh lintas agama. “Kita coba membangun teologi kerukunan secara global dan membangun narasi-narasi keagamaan yang mencerminkan kerukunan,” tuturnya.

Indonesia akan menggagas pertemuan tokoh lintas agama internasional untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, kata Wapres.

“Indonesia ingin membangun kerukunan antarumat beragama di seluruh dunia. Oleh karena itu, kita bercita-cita ingin membangun pertemuan tokoh-tokoh agama dunia,” ujar Wapres Ma’ruf.

Terkait konflik yang menyebabkan kekerasan terhadap muslim di India, Wapres menyampaikan keprihatinan dan berharap kejadian serupa tidak terjadi di negara lain.

“Kira prihatin masih ada hal seperti itu. Apa yang terjadi di India itu sangat memprihatinkan kita semua,” ucapnya.

Kerusuhan di India dalam beberapa hari terakhir dipicu oleh undang-undang kewarganegaraan kontroversial yang baru disahkan oleh pemerintah. Ribuan demonstran dari kubu penolak dan pendukung UU Kewarganegaraan bentrok setelah pemerintahan di bawah PM Modi mengesahkan beleid tersebut.

UU Amandemen Kewarganegaraan (The Citizenship Amandment Act) akan memudahkan mereka yang bukan pemeluk Islam dari negara tetangga bermayoritas Muslim mendapatkan status kewarganegaraan dari Pemerintah India. Penolak beleid mengatakan UU Kewarganegaraan bias terhadap umat Islam.

Aturan itu juga diyakini mengancam konstitusi India yang sekuler. Namun, pendukung beleid, di antaranya Partai Bharatiya Janata (BJP), mengatakan bahwa UU Kewarganegaraan tidak memuat standar ganda terhadap lebih dari 180 juta Muslim di India.